BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Salah satu tugas penting dari Subdin Tata Bangunan ini adalah menyediakan sarana fisik bagi pihak yang terkait (user). Dimana dalam hal ini, Subdin Tata Bangunan merupakan pihak yang ditunjuk untuk dimintai saran mengenai pembangunan sarana fisik yang dibutuhkan, membangun, sampai dengan bangunan tersebut siap digunakan oleh pihak user. Oleh karena itu, Subdin Tata Bangunan memiliki tanggung jawab yang besar karena berhubungan dengan penggunaan keuangan negara (APBD/APBN), terutama dalam usaha pembangunan, pemeliharaan dan pengembangan sarana fisik berupa bangunan gedung pemerintahan. Untuk itu pegawai Subdin Tata Bangunan dituntut untuk bekerja ekstra keras, akurat dan teliti. Semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai tidak terlepas dari pemantauan yang dilakukan oleh pihak user dan POLRI untuk menghindari terjadinya penyimpangan, sehingga tidak jarang terjadi pemanggilan pemeriksaan oleh POLRI, terhadap sarana fisik yang telah dibangun.[1]
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan, Peneliti menemukan fenomena bahwa terdapat beberapa pegawai yang mengalami sakit kepala, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, mudah marah dan merasa tidak bersemangat pada saat melaksanakan pekerjaannya. Hal ini terutama dialami pegawai yang melaksanakan pekerjaan di luar kantor atau di lapangan, yaitu pekerjaan pendataan bangunan, pengukuran bangunan dan monitoring kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan sarana pemerintah..[2]
Selain itu, Peneliti juga menemukan fenomena bahwa pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya tidak disediakan sarana kendaraan operasional. Pekerjaan tersebut terutama tugas ke lapangan yang menuntut pegawai untuk pergi ke lebih dari 4 lokasi yang tersebar pada daerah yang berbeda dan berjauhan, dalam satu hari.[3] Sehingga untuk menyelesaikan tugasnya, pegawai harus menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum. Karena tidak mencukupinya biaya transportasi, tidak jarang pegawai yang bertugas ke lapangan harus mengeluarkan dana pribadi untuk menutupi kekurangan biaya transportasi tersebut. Tidak tersedianya sarana kendaraan operasional ini menyebabkan tertundanya pekerjaan yang harus dikerjakan oleh pegawai dalam satu hari, sehingga pekerjaan tersebut menumpuk dan menyebabkan beban kerja yang berlebihan. Selain itu, terkadang seorang pegawai dituntut untuk dapat melaksanakan lebih dari 2 pekerjaan yang berbeda. Sebagai contoh, dalam melaksanakan tugas penataan bangunan, pegawai harus melaksanakan survey ke lapangan, menggambar rancangan bangunan dan menyusun Rancangan Anggaran Biaya.
Pegawai pun harus bekerja dibawah tekanan waktu, karena banyaknya permintaan dari pihak user dan terbatasnya waktu yang disediakan pihak user untuk menyelesaikan tugas tersebut.[4] Untuk mengerjakan satu proyek, diberikan waktu 2 – 3 minggu.
Fenomena lainnya adalah tidak jarang terjadi persaingan yang menimbulkan ketegangan diantara teman sekerja, terutama teman dalam satu seksi. Hal ini biasanya terjadi ketika pegawai berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan dalam mendapatkan proyek.[5]
Fenomena-fenomena diatas tersebut merupakan sumber stres yang berasal dari hubungan peran dan antarperseorangan yang Peneliti duga menimbulkan gejala-gejala yang dirasakan oleh pegawai Subdin Tata Bangunan. Namun kecenderungan gejala-gejala yang dirasakan pegawai ini akan berbeda mengingat Subdin Tata Bangunan ini terdiri dari 4 seksi, yaitu Seksi Survey dan Analisa, Seksi Perencanaan Teknis, Seksi Pembangunan dan Seksi Penataan Bangunan, dimana masing-masing seksi tersebut memiliki deskripsi kerja yang berbeda. Gejala-gejala yang dialami tersebut tampak dari kondisi fisiknya, kondisi psikisnya dan cara seseorang berperilaku sehingga mengganggu aktivitas kerjanya.
Stres menurut Steven L. McShane dan Marry Ann Von Glinow adalah respon adaptif pada situasi yang dirasakan sebagai tantangan atau ancaman pada kehidupan seseorang. Stres merupakan reaksi seseorang pada sebuah situasi, bukan pada situasi itu sendiri. Stres yang terlalau besar dapat mengancam kemampuan seseoang utnuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri pegawai berkembang berbagai macam gejala-gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. dimana orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks atau menunjukkan sikap tidak kooperatif. Stres menjadi masalah penting karena situasi tersebut dapat mempengaruhi kepuasan dan produktivitas kerja, sehingga perlu penanganan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Keadaan stres ini dipengaruhi oleh faktor yang mendukung terhadap munculnya tingkatan stres yang berbeda bagi pegawai. Faktor ini merupakan sumber-sumber stres atau yang disebut stressors. Menurut Steven L. McShane dan Marry Ann Von Glinow, stressors dibedakan menjadi 2 kategori yaitu Work related stressors dan nonwork stressors. Sumber-sumber stres yang berhubungan dengan pekerjaan (work related stressors) adalah[6]:
1. Lingkungan fisik
2. Hubungan Peran
3. Antarperseorangan
4. Organisasi
1. 2. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan yang telah Peneliti ungkapkan dalam latar belakang masalah, maka Peneliti mengidentifikasikan masalahnya adalah sebagai berikut:
· Indikasi mengenai gejala stres adalah terdapat beberapa pegawai yang mengalami sakit kepala, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, mudah marah dan merasa tidak bersemangat pada saat melaksanakan pekerjaannya. Hal ini terutama dirasakan oleh pegawai yang bekerja di luar kantor atau di lapangan dan tentu saja hal ini dapat mengganggu aktivitas kerja pegawai. Gejala-gejala tersebut apabila dihubungkan dengan teori stres merupakan gejala fisiologis dan psikologis.
· Indikasi mengenai sumber stres adalah:
1. Tidak tersedianya sarana kendaraan operasional untuk membantu pegawai melaksanakan pekerjaannya ke lapangan.
2. Tidak mencukupinya biaya transportasi sehingga pegawai harus mengeluarkan dana pribadi untuk menutupi kekurangan biaya transportasi.
3. Penumpukan pekerjaan yang menyebabkan beban kerja berlebih.
4. Pegawai dituntut untuk bekerja dibawah tekanan waktu. Hal ini terjadi ketika terdapat banyaknya pihak user yang meminta jasa untuk membangun atau merehabilitasi suatu bangunan namun waktu yang diberikan oleh pihak user terbatas.
5. Seringkali pegawai dituntut untuk dapat melaksanakan lebih dari 2 pekerjaan yang berbeda sehingga pegawai dituntut untuk memiliki variasi ketrampilan.
6. Terjadinya persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan untuk mendapatkan proyek yang dapat menimbulkan ketegangan diantara teman sekerja dalam satu seksi.
1. 3. Kerangka Teori
1. 3. 1. Pengertian Stres
Stres merupakan satu situasi yang mungkin dialami manusia pada umumnya dan pegawai pada khususnya di dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Stres menjadi suatu masalah yang penting karena situasi itu dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan produktivitas kerja, sehingga perlu penanganan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Stres menurut Steven L. McShane dan Marry Ann Von Glinow adalah respon adaptif pada situasi yang dirasakan sebagai tantangan atau ancaman pada kehidupan seseorang. Stres merupakan reaksi seseorang pada sebuah situasi, bukan pada situasi itu sendiri.[7]
1. 3. 2. Sumber-sumber Stres
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Walaupun stres dapat diakibatkan oleh satu stressor, namun biasanya pegawai mengalami stres karena adanya kombinasi stressor. Stressor muncul dari pekerjaan individu itu sendiri atau dari luar pekerjaan. Steven L. McShane dan Mary Ann Von Glinow, membagi sumber stres yang dihubungkan dengan kerja (work-related stressors) menjadi 4 tipe stressor, yaitu[8]:
1. Lingkungan fisik (physical environment stressors)
Beberapa stressors dalam lingkungan kerja fisik, seperti: suara ribut, kurangnya penerangan, kurangnya keamanan dan setting kantor, meliputi buruknya design ruang kerja, kurangnya privasi, penerangan yang tidak efektif dan kualitas udara yang buruk.
2. Peran (role-related stressors)
- Role conflict, merupakan situasi ketika orang berhadapan dengan tuntutan atau situasi dimana mereka merasa tidak dapat memuaskan secara potensial kinerja yang diharapkan dari mereka. Beberapa tipe dari konflik peran dalam organisasi, yaitu interrole conflict merupakan situasi ketika seorang pegawai mempunyai 2 peran yang laing bertentangan satu sama lain. Intrarole conclict merupakan situasi ketika individu menerima pesan yang kontradiksi dari orang yang berbeda. Person-role conflict merupakan situasi ketika nilai-nilai organisasi dan kewajiban kerja tidak sesuai dengan nilai-nilai personal.
- Role ambiguity, merupakan situasi dimana orang tidak tahu apa yang diharapkan dari pekerjaan mereka atau bagaimana kinerja mereka akan dievaluasi. Terjadi ketika pegawai tidak mengerti tentang tugas-tugas kerja mereka, kinerja yang diharapkan, tingkat otoritas dan kondisi kerja.
- Workload, merupakan kondisi dimana terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh pegawai pada waktu yang telah ditentukan. Beban kerja yang berlebih terjadi karena banyak perusahaan yang mengurangi tenaga kerjanya dan merestrukturisasi kerja, meninggalkan pegawai yang ada dengan tugas-tugas lebih dan sumber daya yang lebih sedikit atau waktu yang lebih sedikit untuk menyelesaikannya. Beban kerja yang kurang juga dapat menyebabkan stres. Beban kerja yang kurang terjadi ketika pegawai menerima terlalu sedikit pekerjaan atau diberikan tugas yang tidak sesuai dengan keahlian atau pengetahuan mereka.
- Task characteristics, merupakan upaya mengidentifikasi tugas-tugas dari pekerjaan. Tugas-tugas membuat stres ketika dilibatkan dalam pembuatan keputusan, memonitor peralatan atau pertukaran informasi dengan yang lain. Termasuk kurangnya pengawasan pada aktivitas kerja, technostress dan lingkungan kerja.
1. 3. 3. Gejala-gejala Stres
Stres merupakan hal yang bersifat pribadi, pegawai akan mengalami pengalaman stres yang berbeda-beda, bahkan di saat mereka mendapatkan sumber stres yang sama (seperti pada saat membuat presentasi, atau pada saat diberhentikan). Pada saat yang sama di dalam kehidupan mereka, semua karyawan mengalami beberapa gejala stres.
Gejala-gejala stres menurut Steven L. McShane dan Marry Ann Von Glinow adalah gejala-gejala yang timbul pada diri seseorang pada saat mengalami stres, yang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu[9]:
1. Gejala fisiologis, meliputi: penyakit jantung, tekanan darah tinggi, sakit kepala dan gangguan tidur.
2. Gejala psikologis, meliputi: ketidakpuasan kerja, depresi, kelelahan fisik, tidak bersemangat dan burnout.
Gejala perilaku, meliputi: rendahnya performasi kerja, kecelakaan lebih, salah dalam mengambil keputusan, tingginya absensi dan penyerangan di tempat kerja.
1. 3. 4. Cara Mengatasi Stres
Terdapat 2 tipe dasar untuk mengatasi stres, yaitu yang difokuskan pada masalah dan difokuskan pada emosi. Difokuskan pada masalah adalah tahap dimana individu menghadapi dan menindak secara langsung sumber-sumber stres. Ketika difokuskan pada masalah ini berhasil, maka akan membantu pegawai untuk menghadapi segala kesempatan dan ancaman yang dapat menyebabkan stres.
Sedangkan difokuskan pada emosi adalah tahap dimana individu menghadapi dan mengontrol emosi dan perasaan stres mereka. Ketika difokuskan pada masalah ini berhasil, emosi dan perasaan stres dihasilkan oleh ancaman dan kesempatan yang tidak dapat dicapai. Dalam penelitian ini akan lebih ditekankan pada mengatasi stres yang difokuskan pada emosi dengan melakukan beberapa cara, yaitu[10]:
1. Latihan olah raga teratur dapat mengurangi stres, meningkatkan fungsi jantung dan meningkatkan kesehatan.
2. Mediation. Beberapa pegawai mengatasi emosi yang membuat stres dengan cara meditasi, proses mental dimana mereka mengalihkan kehidupan sehari-hari yang membuat stres dengan bersantai selama 30 menit per hari.
3. Dukungan sosial dari teman, rekan kerja, saudara atau orang lain dan memungkinkan mendiskusikan masalah, meminta nasihat dapat menjadi alat memecahkan masalah emosi.
4. Klinik konseling, dimana beberapa pegawai mengalami kesulitan dan mencari ahli untuk meminta bantuan atau klinik konseling.
5. Startegi non-fungsional, yaitu dengan mengurangi fungsi dari pegawai.
1. 4. Model Teori
Sumber: Steven L. McShane & Mary Ann Von Glinow, Organization Behavior, Irwin McGraw-Hill, 2000, p.136.
1. Gejala-gejala stres
· Definisi teoritis: gejala-gejala yang timbul pada diri seseorang pada saat mengalami stres, berupa gejala fisiologis dan gejala psikologis.
· Definisi operasional: gejala-gejala yang muncul pada diri pegawai Subdin Tata Bangunan Dinas Bangunan Kota Bandung pada saat melaksanakan pekerjaan ke lapangan berupa gejala fisiologis dan gejala psikologis.
2. Gejala psikologis
· Definisi teoritis: gejala-gejala yang timbul pada sikap individu sebagai akibat dari stres yang dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja, depresi, kelelahan fisik, tidak bersemangat dan burnout.
· Definisi operasional: gejala-gejala yang timbul pada sikap pegawai Subdin Tata Bangunan Dinas Bangunan Kota Bandung yang melaksanakan pekerjaan ke lapangan sebagai akibat dari stres yang dapat menimbulkan perasaan mudah marah dan tidak bersemangat.
· Indikatornya adalah:
1) Mudah marah.
2) Merasa tidak bersemangat
1. 5 Model Penelitian
|
ewee
BAB II
SUB DINAS TATA BANGUNAN DINAS BANGUNAN KOTA BANDUNG
Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Pembangunan
Seksi Pembangunan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Sub Dinas Tata Bangunan di bidang pembangunan bangunan gedung pelayanan umum milik pemerintah. Untuk melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Seksi Pembangunan mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan dan penyiapan bahan penyusunan rencana pembangunan bangunan gedung pelayanan umum milik pemerintah.
2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan bangunan gedung pelayanan umum milik pemerintah.
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan pembangunan bangunan gedung pelayanan umum milik pemerintah.
BAB III
GEJALA-GEJALA STRES KERJA YANG DISEBABKAN OLEH HUBUNGAN PERAN DAN HUBUNGAN ANTARPERSEORANGAN PADA PEGAWAI SUBDIN TATA BANGUNAN DINAS BANGUNAN KOTA BANDUNG
3. 1. Gejala – gejala Stres
Gejala-gejala stres adalah gejala-gejala yang timbul pada diri seseorang pada saat mengalami stres, dimana gejala stres ini dibagi menjadi 3 yaitu gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku. Namun, dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada gejala fisiologis dan gejala psikologis. Gejala fisiologis merupakan perubahan kesehatan individu sebagai hasil dari stres yang dapat menimbulkan gejala sakit kepala, gejala jantung berdebar dan gejala tekanan darah tinggi. Gejala psikologis merupakan perubahan sikap individu sebagai akibat dari stres yang dapat menimbulkan gejala mudah marah dan gejala tidak bersemangat.
Gejala fisiologis dan gejala psikologis ini disebabkan oleh sumber stres atau stressor, yaitu kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres. Sumber stres dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu sumber stres yang berhubungan dengan peran dan sumber stres yang berhubungan dengan antarperseorangan. Hubungan antar peran mencakup beban kerja (tidak tersedianya kendaraan operasional, tidak mencukupinya biaya transportasi, penumpukan pekerjaan yang menyebabkan beban kerja berlebih dan melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan pihak user) dan karakteristik tugas (tuntutan untuk menguasai beberapa ketrampilan, menyelesaikan tugas secara utuh, tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk menunjang tindak lanjut seterusnya, kebebasan yang diberikan dalam melaksanakan tugas dan evaluasi yang dilakukan oleh atasan terhadap hasil kerja). Sedangkan hubungan antarperseorangan mencakup persaingan yang terjadi diantara teman sekerja (persaingan untuk mendapatkan proyek dan persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan).
Kriteria yang digunakan untuk menilai pendapat responden mengenai gejala-gejala stres yang disebabkan oleh sumber stres adalah:
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
3. 2. 1. Gejala Mudah Marah dan Sumbernya yang Dialami Oleh Pegawai Seksi
Pembangunan
Untuk mengetahui gejala mudah marah yang dialami pegawai Seksi pembangunan Subdin Tata Bangunan Dinas Bangunan Kota Bandung dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:
Tabel 3.91.
Sumber: Pertanyaan Kuesioner no.4 Seksi Pembangunan
Berdasarkan tabel 3.77. diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 66,7% atau 6 responden menyatakan sering, 22,2% atau 2 responden menyatakan kadang-kadang dan 11,1% atau 1 responden menyatakan pernah mengalami gejala mudah marah pada waktu melaksanakan tugas di lapangan. Dengan nilai median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala mudah marah pada waktu melaksanakan tugas di lapangan.
Berikut ini adalah gejala mudah marah yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan yang disebabkan oleh sumber stres, yaitu hubungan peran yang terdiri dari beban kerja dan karakteristik tugas.
3. 2. 1. 1. Gejala Mudah Marah yang Disebabkan Oleh Hubungan Peran yang
Dialami Oleh Pegawai Seksi Pembangunan
Untuk mengetahui gejala mudah marah yang disebabkan oleh sumber stres yang berhubungan dengan peran yaitu beban kerj yang dialami oleh pegawai seksi Pembangunan, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.92.
Distribusi Frekuensi Pendapat Responden Seksi Pembangunan
Mengenai Gejala Mudah Marah Karena Beban Kerja
No.
|
Gejala Mudah Marah yang Disebabkan oleh Beban Kerja
|
SL
|
SR
|
KK
|
P
|
TP
| Median |
4.1.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional.
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
4
| ||
4.2.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh tidak tersedianya biaya transportasi.
|
11,1%
|
33,3%
|
44,4%
|
11,1%
|
3
| |
4.3.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja berlebih.
|
11,1%
|
44,4%
|
33,3%
|
11,1%
|
4
| |
4.4.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan pihak user.
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
4
| ||
A.
|
Indeks Gejala Mudah Marah yang Disebabkan oleh Beban Kerja
|
Sangat Tinggi
| Tinggi | Sedang |
Rendah
|
Sangat Rendah
|
Median
|
22,2%
|
33,3%
|
44,4%
|
4
|
Sumber: Pertanyaan Kuesioner no.4.1 s/d 4.4 Seksi Pembangunan
Dalam tabel 3.92.. diatas dijabarkan mengenai gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja. Pertama (no.4.1), gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional. Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan sering, 33,3% atau 3 responden menyatakan kadang-kadang dan 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional untuk membantu pegawai dalam melaksanakan tugas ke lapangan. Dengan nilai median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu yang dikarenakan tidak tersedianya sarana kendaraan operasional.
Kedua (no.4.2), gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya biaya transportasi. Sebanyak 44,4% atau 4 responden menyatakan kadang-kadang, 33,3% atau 3 responden menyatakan sering dan masing-masing 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu dan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya biaya transportasi yang seharusnya disediakan oleh pihak perusahaan untuk mendukung pelaksanaan tugas mereka ke lapangan. Dengan median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak mencukupinya biaya transportasi.
Ketiga (no.4.3), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja menjadi berlebih. Sebanyak 44,4% atau 4 responden menyatakan sering, 33,3% atau 3 responden menyatakan kadang-kadang, dan masing-masing 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu dan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja berlebih. Penumpukan pekerjaan ini disebabkan pegawai menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya segera dilakukan, dimana hal ini terkait dengan tidak tersedianya sarana kendaraan operasional dan biaya transportasi untuk membantu pegawai melaksanakan pekerjaan ke lapangan. Dengan median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja yang berlebih.
Keempat (no.4.4), gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secepatnya. Sebanyak 55,6%% atau 5 responden menyatakan sering, 33,3% atau 3 responden menyatakan pernah, dan 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu dikarenakan harus melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pihak user. Dengan median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala mudah marah pada saat harus melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pihak user.
Dalam point A. disajikan indeks tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan, dengan terlebih dahulu menentukan kelas interval. Jumlah pertanyaan mengenai beban kerja berjumlah 4 dan ada 5 kategori respon yang digunakan, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Dari hasil perhitungan, diperoleh angka 3,2. Dengan demikian, kelas intervalnya adalah sebagai berikut:
4 - 7,1 = sangat rendah
7,2 - 10,3 = rendah
10,4 - 13,5 = sedang
13,6 - 16,7 = tinggi
16,8 - 20 = sangat tinggi
Berdasarkan tabel indeks tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan sebanyak 44,4% berada pada kategori sedang, 33,3% berada pada kategori tinggi, dan 22,2% berada pada kategori sangat tinggi. Median dari data diatas adalah 4, berada dalam kategori tinggi. Hal ini memperlihatkan ada kecenderungan kuat bahwa sebagian besar pegawai sering mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional, tidak tersedianya biaya transportasi, penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja berlebih dan tuntutan untuk melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh pihak user.
Untuk mengetahui gejala mudah marah yang disebabkan oleh sumber stres yang berhubungan dengan peran yaitu karakteristik tugas yang dialami oleh pegawai seksi Pembangunan, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.93.
Distribusi Frekuensi Pendapat Responden Seksi Pembangunan
Mengenai Gejala Mudah Marah Karena Karakteristik Tugas
No.
|
Gejala Mudah Marah yang Disebabkan Karakteristik Tugas
|
SL
|
SR
|
KK
|
P
|
TP
| Median |
4.5.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menguasai penyusunan rencana pembangunan (variasi ketrampilan).
|
33,3%
|
44,4%
|
22,2%
|
3
| ||
4.6.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menguasai pembangunan dan rehabilitasi bangunan (variasi ketrampilan).
|
11,1%
|
44,4%
|
44,4%
|
3
| ||
4.7.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menguasai penyusunan hasil kegiatan pembangunan (variasi ketrampilan).
|
11,1%
|
55,6%
|
22,2%
|
11,1%
|
3
| |
4.8.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menyelesaikan tugas pembangunan secara utuh (identitas tugas).
|
11,1%
|
11,1%
|
33,3%
|
33,3%
|
11,1%
|
3
|
4.9.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan melaksanakan tugas secara akurat untuk mendukung pekerjaan seksi lain (pentingnya tugas).
|
22,2%
|
22,2%
|
55,6%
|
2
| ||
4.10.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan melaksanakan tugas secara akurat untuk menunjang tindak lanjut seterusnya oleh pihak user (pentingnya tugas).
|
11,1%
|
66,7%
|
11,1%
|
11,1%
|
3
| |
4.11.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena kebebasan yang diberikan dalam melaksanakan tugas (otonomi).
|
55,6%
|
33,3%
|
11,1%
|
3
| ||
4.12.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena evaluasi yang dilakukan oleh atasan terhadap hasil kerja yang telah dilakukan (umpan balik).
|
11,1%
|
66,7%
|
22,2%
|
3
| ||
B.
|
Indeks Gejala Mudah Marah yang Disebabkan oleh Karakteristik Tugas
|
Sangat Tinggi
| Tinggi | Sedang |
Rendah
|
Sangat Rendah
|
Median
|
11,1%
|
55,6%
|
22,2%
|
11,1%
|
3
|
Sumber: Pertanyaan Kuesioner no.4.5 s/d 4.12 Seksi Pembangunan
Dalam tabel 3.93. dijabarkan mengenai gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas. Pertama (no.4.5), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menguasai penyusunan rencana pembangunan (variasi ketrampilan). Sebanyak 44,4% atau 4 responden menyatakan kadang-kadang, 33,3% atau 3 responden menyatakan sering, dan 22,2% atau 2 responden menyatakan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menguasai penyusunan rencana pembangunan. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk dapat menguasai penyusunan rencana pembangunan.
Kedua (no.4.6), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menguasai pembangunan dan rehabilitasi bangunan (variasi ketrampilan). Masing-masing sebanyak 44,4% atau 4 responden menyatakan kadang-kadang dan pernah, sebanyak 11,1% atau 1 responden menyatakan sering mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk dapat menguasai pembangunan dan rehabilitasi bangunan. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk dapat menguasai pembangunan dan rehabilitasi bangunan.
Ketiga (no.4.7), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menguasai penyusunan hasil kegiatan pembangunan (variasi ketrampilan). Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan kadang-kadang, 22,2% atau 2 responden menyatakan pernah, dan masing-masing 11,1% atau 1 responden menyatakan sering dan tidak pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menguasai penyusunan hasil kegiatan pembangunan. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk dapat menguasai penyusunan hasil kegiatan pembangunan.
Keempat (no.4.8), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menyelesaikan tugas perencanaan secara utuh (identitas tugas). Masing-masing sebanyak 33,3% atau 3 responden menyatakan kadang-kadang dan pernah, masing-masing 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu dan sering mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menyelesaikan tugas perencanaan secara utuh yaitu mulai dari menyusun rencana pelaksanaan pembangunan, membangun dan merehabilitasi bangunan, memonitor kegiatan pembangunan, sampai dengan menyusun hasil kegiatan pembangunan. Sedangkan sisanya, 11,1% atau 1 responden menyatakan tidak pernah. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk menyelesaikan tugas perencanaan secara utuh.
Kelima (no.4.9), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk mendukung pekerjaan seksi lain (pentingnya tugas). Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan pernah, dan masing-masing 22,2% atau 2 responden menyatakan sering dan kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk mendukung pekerjaan seksi lain. Dengan nilai median 2, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk mendukung pekerjaan seksi lain.
Keenam (no.4.10), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk menunjang tindak lanjut seterusnya oleh pihak user (pentingnya tugas). Sebanyak 66,7% atau 6 responden menyatakan kadang-kadang, dan masing-masing 11,1% atau 1 responden menyatakan sering dan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk menunjang tindak lanjut seterusnya oleh pihak user. Sedangkan sisanya, 11,1% atau 1 responden menyatakan tidak pernah. Dengan nilai 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secara akurat untuk menunjang tindak lanjut seterusnya oleh pihak user.
Ketujuh (no.4.11), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena kebebasan dan keleluasaan dalam menjadwalkan pekerjaan dan dalam menentukan prosedur yang akan digunakan dalam melaksanakan pekerjaan (otonomi). Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan kadang-kadang dan 33,3% atau 3 responden menyatakan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena kebebasan dan keleluasaan dalam menjadwalkan pekerjaan dan menentukan yang digunakan dalam melaksanakan tugas pembangunan. Sedangkan sisanya, 11,1% atau 1 responden menyatakan tidak pernah. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena kebebasan yang diberikan dalam melaksanakan tugas pembangunan.
Kedelapan (no.4.12), gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena evaluasi yang dilakukan oleh atasan terhadap hasil kerja yang telah dilakukan (umpan balik). Sebanyak 66,7% atau 6 responden menyatakan kadang-kadang, 22,2% atau 2 responden menyatakan pernah, dan 11,1% atau 1 responden menyatakan sering mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena evaluasi yang dilakukan oleh atasan terhadap hasil kerja yang telah dilakukan. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yaitu karena adanya evaluasi yang dilakukan oleh atasan terhadap hasil kerja yang telah dilakukan.
Dalam point B disajikan indeks tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan. Jumlah pertanyaan adalah 8 dan jumlah katergori respon adalah 5, maka didapat dari hasil perhitungannya adalah 6,4. Kelas intervalnya adalah sebagai berikut:
8 - 14,3 = sangat rendah
14,4 - 20,7 = rendah
20,8 - 27,1 = sedang
27,2 - 33,5 = tinggi
33,6 - 40 = sangat tinggi
Berdasarkan tabel indeks tersebut, dapat terlihat bahwa tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan sebanyak 55,6% berada pada kategori sedang, 22,2% berada pada kategori rendah, dan 11,1% berada pada kategori tinggi. Median dari data diatas adalah 3, yaitu berada pada kategori sedang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada kecenderungan kuat bahwa sebagian besar pegawai kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karakteristik tugas yang dilihat dari 5 dimensi yaitu variasi ketrampilan, identitas tugas, pentingnya tugas, otonomi dan umpan balik.
Untuk mengetahui tingkat gejala mudah marah yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan yang disebabkan oleh hubungan peran (beban kerja dan karakterisitk tugas), maka dibuat indeks dengan terlebih dahulu menentukan kelas interval. Dengan total jumlah pertanyaan adalah 12 dan jumlah kategori responden 5, maka didapat hasil perhitungannya adalah 9,6. Kelas intervalnya adalah sebagai berikut:
12 - 21,5 = sangat rendah
21,6 - 31,1 = rendah
31,2 - 40,7 = sedang
40,8 - 50,3 = tinggi
50,4 - 60 = sangat tinggi
Distribusi frekuensi tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan peran (beban kerja dan karakteristik tugas) terlihat seperti di bawah ini:
Tabel 3.94.
Sumber: SPSS
Berdasarkan tabel indeks diatas, terlihat bahwa tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan peran, yaitu beban tugas dan karakteristik tugas yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan sebanyak 77,8% berada pada kategori sedang dan 22,2% berada pada kategori tinggi. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan berada dalam kategori sedang. Dengan demikian, ada kecenderungan kuat bahwa sebagian besar pegawai kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan peran, yaitu beban kerja dan karakteristik tugas.
3. 2. 1. 2. Gejala Mudah Marah yang Disebabkan Oleh Hubungan Antarperseorangan
yang Dialami Oleh Pegawai Seksi Pembangunan
Sedangkan sumber stres yang berhubungan dengan antarperseorangan adalah konflik yang terjadi diantara teman sekerja seperti akan disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 3.95.
Distribusi Frekuensi Pendapat Responden Seksi Pembangunan Mengenai Gejala Mudah Marah Karena Hubungan Antarperseorangan (Konflik Diantara Teman Sekerja)
No.
|
Gejala Mudah Marah yang Disebabkan oleh Konflik Dengan Teman Sekerja.
|
SL
|
SR
|
KK
|
P
|
TP
| Median |
4.13.
|
Gejala mudah marah yang disebabkan oleh persaingan untuk mendapatkan proyek.
|
66,7%
|
33,3%
|
3
| |||
4.14.
|
Gejala mudah marah yang disebakan oleh persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan.
|
66,7%
|
33,3%
|
3
| |||
C.
|
Indeks Gejala Mudah Marah yang Disebabkan oleh Hubungan Antarperseorangan (konflik dengan teman sekerja)
|
Sangat Tinggi
| Tinggi | Sedang |
Rendah
|
Sangat Rendah
|
Median
|
66,7%
|
33,3%
|
3
|
Sumber: Pertanyaan Kuesioner no.4.13 s/d 4-14 Seksi Pembangunan
Dalam tabel diatas dijabarkan mengenai gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan antarperseorangan. Pertama (no.4.13), gejala mudah marah yang disebabkan oleh konflik yang terjadi diantara teman sekerja karena adanya persaingan untuk mendapatkan proyek. Sebanyak 66,7% atau 6 responden menyatakan kadang-kadang dan 33,3% atau 3 responden menyatakan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena adanya konflik yang terjadi diantara teman sekerja karena adanya persaingan untuk mendapatkan proyek. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena adanya persaingan yang terjadi diantara teman sekerja untuk mendapatkan proyek.
Kedua (no.4.14), gejala mudah marah yang disebabkan oleh konflik yang terjadi diantara teman sekerja karena adanya persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan. Sebanyak 66,7% atau 6 responden menyatakan kadang-kadang, dan 33,3% atau 3 responden menyatakan pernah mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena konflik yang terjadi diantara teman sekerja karena adanya persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh karena konflik yang terjadi diantara teman sekerja karena adanya persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan.
Dalam point C. ditampilkan indeks tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan antarperseorangan, yaitu konflik yang terjadi diantara teman sekerja yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan. Jumlah pertanyaan adalah 2 dan jumlah kategori responden adalah 5, maka didapat hasil perhitungannya adalah 1,6. Berikut adalah kelas intervalnya:
2 - 3,5 = sangat rendah
3,6 - 5,1 = rendah
5,2 - 6,7 = sedang
6,8 - 8,3 = tinggi
8,4 - 10 = sangat tinggi
Berdasarkan tabel indeks tersebut, terlihat bahwa tingkat gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan antarperseorangan, yaitu konflik diantara teman sekerja yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan sebanyak 66,7% berada pada kategori sedang dan 33,3% berada pada kategori rendah. Dengan nilai median 3, dapat dikatakan berada dalam kategori sedang. Dengan demikian, ada kecenderungan kuat bahwa sebagian besar pegawai kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan antarperseorangan, yaitu konflik diantara teman sekerja karena persaingan untuk mendapatkan proyek dan persaingan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan.
Untuk mengetahui tingkat gejala mudah marah yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan, maka dibuat indeks dengan terlebih dahulu menentukan kelas interval. Jumlah pertanyaan adalah 15 dan jumlah kategori respon adalah 5, maka dari hasil perhitungan diperoleh angka 12. Dengan demikian kelas intervalnya adalah sebagai berikut:
15 - 26 = sangat rendah
27 - 38 = rendah
39 - 50 = sedang
50 - 62 = tinggi
63 - 75 = sangat tinggi
Distribusi frekuensi tingkat gejala mudah marah yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan Subdin Tata Bangunan Kota Bandung terlihat sebagai berikut:
Tabel 3.96.
Sumber: SPSS
Berdasarkan tabel 3.96. diatas, terlihat bahwa tingkat gejala mudah marah yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan sebanyak 33,3% berada pada kategori rendah, 33,3% berada pada kategori sedang, dan 33,3% berada pada kategori rendah. Median dari data diatas adalah 3, berada dalam kategori sedang. Hal ini memperlihatkan ada kecenderungan bahwa sebagian besar pegawai Seksi Pembangunan kadang-kadang mengalami gejala mudah marah yang disebabkan oleh hubungan peran, yaitu beban kerja dan karakteristik tugas, dan hubungan antarperseorangan, yaitu konflik yang terjadi diantara teman sekerja.
3. 3. Gejala Tidak Bersemangat dan Sumbernya yang Dialami Oleh Pegawai
Seksi Pembangunan
Untuk mengetahui gejala tidak bersemangat yang dialami pegawai Seksi pembangunan Subdin Tata Bangunan Dinas Bangunan Kota Bandung dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:
Tabel 3.115.
Sumber: Pertanyaan Kuesioner no.5 Seksi Pembangunan
Berdasarkan tabel 3.115. diatas, dapat dilihat bahwa Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan sering dan sebanyak 44,4% atau 4 responden menyatakan kadang-kadang mengalami gejala tidak bersemangat pada waktu melaksanakan tugas di lapangan. Dengan nilai median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala tidak bersemangat pada waktu melaksanakan tugas di lapangan.
Berikut ini adalah gejala tidak bersemangat yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan yang disebabkan oleh sumber stres, yaitu hubungan peran yang terdiri dari beban kerja dan karakteristik tugas.
3. 3. 1.Gejala Tidak Bersemangat yang Disebabkan Oleh Hubungan Peran yang
Dialami Oleh Pegawai Seksi Pembangunan
Untuk mengetahui gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh sumber stres yang berhubungan dengan peran, yaitu beban kerja yang dialami oleh pegawai seksi Pembangunan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.116.
Distribusi Frekuensi Pendapat Responden Seksi Pembangunan Mengenai Gejala Tidak Bersemangat Karena Beban Kerja
No.
|
Gejala Tidak Bersemangat yang Disebabkan oleh Beban Kerja
|
SL
|
SR
|
KK
|
P
|
TP
| Median |
5.1.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional.
|
11,1%
|
44,4%
|
44,4%
|
4
| ||
5.2.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh tidak tersedianya biaya transportasi.
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
4
| ||
5.3.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja berlebih.
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
4
| ||
5.4.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan pihak user.
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
4
| ||
A.
|
Indeks Gejala Tidak Bersemangat yang Disebabkan oleh Beban Kerja
|
Sangat Tinggi
| Tinggi | Sedang |
Rendah
|
Sangat Rendah
|
Median
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
4
|
Sumber: Pertanyaan Kuesioner no.5.1 s/d 5.4 Seksi Pembangunan
Dalam tabel 3.116. diatas dijabarkan mengenai gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja. Pertama (no.5.1), gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional. Masing-masing sebanyak 44,4% atau 4 responden menyatakan sering dan kadang-kadang, dan 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional untuk membantu pegawai dalam melaksanakan tugas ke lapangan. Dengan nilai median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu yang dikarenakan tidak tersedianya sarana kendaraan operasional.
Kedua (no.5.2), gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya biaya transportasi. Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan sering, 33,3% atau 3 responden menyatakan kadang-kadang, dan 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya biaya transportasi yang seharusnya disediakan oleh pihak perusahaan untuk mendukung pelaksanaan tugas mereka ke lapangan. Dengan median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak mencukupinya biaya transportasi.
Ketiga (no.5.3), gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja menjadi berlebih. Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan sering, 33,3% atau 3 responden menyatakan kadang-kadang, dan 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja berlebih. Penumpukan pekerjaan ini disebabkan pegawai menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya segera dilakukan, dimana hal ini terkait dengan tidak tersedianya sarana kendaraan operasional dan biaya transportasi untuk membantu pegawai melaksanakan pekerjaan ke lapangan. Dengan median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja yang berlebih.
Keempat (no.5.4), gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tuntutan untuk melaksanakan tugas secepatnya. Sebanyak 55,6% atau 5 responden menyatakan sering, 33,3% atau 3 responden menyatakan kadang-kadang, dan 11,1% atau 1 responden menyatakan selalu mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu dikarenakan harus melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pihak user. Dengan median 4, dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai kecenderungan kuat sering mengalami gejala tidak bersemangat pada saat harus melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pihak user.
Dalam point A. disajikan indeks tingkat gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan, dengan terlebih dahulu menentukan kelas interval. Jumlah pertanyaan mengenai beban kerja berjumlah 4 dan ada 5 kategori respon yang digunakan, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Dari hasil perhitungan, diperoleh angka 3,2. Dengan demikian, kelas intervalnya adalah sebagai berikut:
4 - 7,1 = sangat rendah
7,2 - 10,3 = rendah
10,4 - 13,5 = sedang
13,6 - 16,7 = tinggi
16,8 - 20 = sangat tinggi
Berdasarkan tabel indeks tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yang dialami oleh pegawai Seksi Pembangunan sebanyak 55,6% berada pada kategori tinggi, 33,3% berada pada kategori sedang, dan 11,1% berada pada kategori sangat tinggi. Median dari data diatas adalah 4, berada dalam kategori tinggi. Hal ini memperlihatkan ada kecenderungan kuat bahwa sebagian besar pegawai sering mengalami gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh beban kerja yaitu karena tidak tersedianya sarana kendaraan operasional, tidak tersedianya biaya transportasi, penumpukan pekerjaan sehingga menyebabkan beban kerja berlebih dan tuntutan untuk melaksanakan tugas secepatnya sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh pihak user.
Untuk mengetahui gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh sumber stres yang berhubungan dengan peran, yaitu karakteristik tugas yang dialami oleh pegawai seksi Pembangunan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.117.
Distribusi Frekuensi Pendapat Responden Seksi Pembangunan
Mengenai Gejala Tidak Bersemangat Karena Karakteristik Tugas
No.
|
Gejala Tidak Bersemangat yang Disebabkan Karakteristik Tugas
|
SL
|
SR
|
KK
|
P
|
TP
| Median |
5.5.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menguasai penyusunan rencana pembangunan (variasi ketrampilan).
|
11,1%
|
77,8%
|
11,1%
|
3
| ||
5.6.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menguasai pembangunan dan rehabilitasi bangunan (variasi ketrampilan).
|
11,1%
|
55,6%
|
22,2%
|
11,1%
|
3
| |
5.7.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menguasai penyusunan hasil kegiatan pembangunan (variasi ketrampilan).
|
11,1%
|
55,6%
|
33,3%
|
3
| ||
5.8.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tuntutan untuk menyelesaikan tugas pembangunan secara utuh (identitas tugas).
|
11,1%
|
22,2%
|
44,4%
|
22,2%
|
3
| |
5.9.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tuntutan melaksanakan tugas secara akurat untuk mendukung pekerjaan seksi lain (pentingnya tugas).
|
55,6%
|
22,2%
|
22,2%
|
4
| ||
5.10.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena tuntutan melaksanakan tugas secara akurat untuk menunjang tindak lanjut seterusnya oleh pihak user (pentingnya tugas).
|
55,6%
|
33,3%
|
11,1%
|
4
| ||
5.11.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena kebebasan yang diberikan dalam melaksanakan tugas (otonomi).
|
88,9%
|
11,1%
|
3
| |||
5.12.
|
Gejala tidak bersemangat yang disebabkan oleh karena evaluasi yang dilakukan oleh atasan terhadap hasil kerja yang telah dilakukan (umpan balik).
|
22,2%
|
55,6%
|
22,2%
|
3
| ||
B.
|
Indeks Gejala Tidak Bersemangat yang Disebabkan oleh Karakteristik Tugas
|
Sangat Tinggi
| Tinggi | Sedang |
Rendah
|
Sangat Rendah
|
Median
|
22,2%
|
77,8%
|
3
|