Jumat, 27 Agustus 2010

Kehidupan Seorang pemulung

Pengantar

Hidup adalah sebuah perjalanan yang kita tidak tahu kapan akan berakhir. Seperti halnya manusia yang setiap hari melakukan aktivitas tetapi mereka tidak dapat menebak apa yang akan terjadi kedepannya. Sikap saling menghormati sesama, saling menyayangi dan peduli sesama perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa memandang status social mereka.

Tujuan dari kegiatan wawancara ini adalah untuk mewujudkan iman dalam kehidupan sehari-hari, dalam keterlibatannya pada masalah social kemanusiaan, agar iman lebih hidup dan menjadi sumber inspirasi. Selain itu tujuan dari wawancara untuk melatih kepekaan dan kepeduliaan sosial.

Alasan saya memilih objek petugas kebersihan karena mereka dapat menjadi inspirasi dan motivasi hidup. Menurut saya seseorang yang dapat menjadi inspirasi bukan orang yang memiliki derajat atau pangkat yang tinggi tetapi mereka yang dapat memberikan teladan yang baik bagi sesama. Pekerjaan ini merupakan profesi yang mulia, dan tidak semua orang dengan rela hati melakukannya pekerjaan ini karena menurut sebagian besar orang menjadi pengumpul sampah adalah pekerjaan yang rendahan yang sehari-hari berkumpul dengan sampah dan bau.

Banyak orang yang mengabaikan mereka dengan melihat status sosial mereka yang lemah, apalagi dengan memandang pekerjaan mereka yang hanya menjadi pengumpul sampah. Selain itu saya dapat belajar untuk menghargai keberadaan mereka karena sekecil apapun yang mereka lakukan sangat berarti bagi kehidupan kita.

Salah satu ayat yang dapat menjadi renungan yaitu “Hendaklah kamu sehati , sepikir dalam satu kasih,satu jiwa, satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia” ( Filipi 2:2)


Bagian I

Dalam tugas wawancara ini saya mengamati petugas kebersihan. Nama bapak itu Asep. Bapak Asep tinggal di punclut No. 149, beliau tinggal bersama anak dan cucunya. Bapak Asep berusia 74 tahun. Beliau seorang muslim. Bapak Asep berasal dari Garut tapi sejak tahun 1960 beliau mulai tinggal di Bandung. Bapak Asep pernah dua kali menikah istri yang pertama meninggal, lalu istri yang kedua meninggalkan beliau karena beliau tidak memiliki pekerjaan tetap.

Bapak Asep memiliki 4 orang anak, anak yang pertama bekerja sebagai buruh bangunan,anak kedua menganggur, anak ketiga menjadi sopir, anak keempat bekerja menjadi buruh bangunan. Semua anak bapak Asep hanya lulus SMP karena tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anan-anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi. Ia mulai bekerja tahun 1970 pada waktu itu beliau bekerja mengurus kebun rumah dokter ahli bedah. Pada waktu itu majikan bapak Asep orang Amerika, selain itu bapak Asep juga pernah bekerja pada orang jepang, selandia baru, Australia dan orang Indonesia.

Kegiatan bapak Asep sehari-hari beliau mengambil sampah dirumah-rumah penduduk di daerah Sukajadi Badung. Bapak Asep memulai aktivitas mulai pukul 07.00 sampai 12.00. Selain mengambil sampah di rumah-rumah penduduk bapak Asep menjadi tukang kebun di rumah seorang dokter di daerah Lembang. Bapak Asep bekerja di kebun satu minggu 3 kali. Ia bekerja dari hari senin-sabtu. Tiap hari minggu bapak Asep berjualan air minum dan gorengan antara lain bala-bala, tempe, pisang, ubi, tahu pada hari minggu di daerah padjajaran untuk menambah penghasilan. Dalam satu bulan bapak Asep mendapatkan gaji Rp 280.000,00 itu sebenarnya kurang untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam satu bulan tapi Beliau harus berusaha supaya uang Rp 280.000,00 cukup untuk satu bulan.

Kegiatan bapak Asep sehari-hari bekerja tanpa melupakan sholat 5 waktu. Ketika mendengar suara adzan bapak Asep berhenti bekerja dan menunaikan sholat setelah menunaikan sholat, melanjutkan kerja kembali. Semenjak usianya mulai senja bapak Asep jarang membaca alquran karena penglihatan beliau mulai kurang jelas membaca tulisan yang kecil.

Bulan puasa bapak Asep masih menunaikan puasa ramadhan tetapi tidak penuh satu bulan karena kesehatan bapak Asep kadang kurang sehat. Ketika hari raya idul fitri beliau merayakan di rumahnya bersama anak-anaknya dengan perayaan yang sederhana. Ketika hari raya idul fitri terkadang bapak Asep mendapatkan sembako dari warga.

Pengalaman religiositas bapak Asep ketika masih kecil bapak Asep rajin mengaji di masjid , rajin sholat 5 waktu dan rajin menunaikan puasa ramadhan. Setelah berbuka puasa bapak Asep sholat tarawih di masjid setelah itu mengikuti kegiatan membaca alquran. Ketika masih kecil bapak Asep rajin mengikuti kegiatan sahur keliling. Kegiatan dalam sahur keliling adalah membangunkan warga sekitar dengan cara jalan berkeliling sambil memukuli kentongan dan berteriak ”sahur,sahur”.

Kebiasaan bapak Asep ketika waktu senggang, senang berkumpul bersama tetangga untuk bercerita-cerita dan bercanda. Bapak Asep termasuk orang yang humoris ketika berbincang-bincang, beliau sering membuat lelucon. Menurut bapak Asep bercanda dan tertawa dapat menghilangkan rasa stres dan dapat menghidupkan suasana. Warga sekitar tempat tinggalnya sudah terbiasa dengan lelucon bapak nana. Hubungan bapak Asep dengan tetangga terjalin harmonis. Ketika bapak Asep sakit tetangga menjenguk dan mendoakan supaya lekas sembuh dan bisa beraktivitas kembali.


Bagian II

Pandangan Bapak Asep terhadap Agama lain yang berbeda dengan agamanya adalah beliau sangat menghargai orang-orang yang berbeda dengan agamanya misalnya pada saat Ia memungut sampah di rumah warga yang sedang melaksanakan acara keagamaan, beliau harus melewati rumah yang sedang melaksanakan acara tersebut dan melanjutkan kerumah warga lain sehingga Ia memperkirakan waktu selesainya acara yang sedang berlangsung dan kembali ketempat tersebut untuk mengumpulkan sampah.

Baginya agama lain harus dihargai dan dihormatinya dimana orang-orang yang menganut agama lain adalah sesama umat manusia yang saling membutuhkan. Ia juga menjelaskan bahwa di dalam agamanya mendapatkan pengajaran untuk saling menghargai dan menghormati orang-orang yang berbeda dengan agamanya.

Pekerjaan menjadi seorang pengumpul sampah bukan pekerjaan yang dicita-citakan oleh pak Asep. Sewaktu kecil tidak pernah terpikirkan oleh bapak Asep kalau kelak akan menjadi seorang pengumpul sampah. Berpuluh-puluh tahun bapak Asep menjalani profesi sebagai pengumpul sampah. Setiap hari berkeliling di rumah-rumah warga untuk mengambil sampah. Sewaktu awal-awal bekerja ia sering ditanya oleh penduduk di daerah sukajadi “kenapa kamu jadi pengumpul sampah?” tetapi ia hanya tersenyum kembali bekerja. Rendahnya pendidikan membuat bapak Asep tidak bisa mencari pekerjaan yang lebih layak.

Berbagai masalah sering dihadapi bapak Asep, terutama ketika beliau tidak mampu untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Sebenarnya beliau ingin anak-anaknya sekolah sampai jenjang yang tinggi supaya bisa merubah keadaan ekonomi keluarga dan tidak mengalami nasib yang sama seperti bapak Asep. Waktu itu bapak Asep sering sedih ketika melihat teman dari anak-anaknya berangkat sekolah tetapi anak-anak bapak Asep hanya berdiam diri di rumah karena tidak bisa bersekolah. Pada waktu itu anak-anak bapak Asep sering mengeluh kenapa orang lain bisa sekolah tetapi anak-anak bapak Asep tidak bisa sekolah. Dari semua anak-anak bapak Asep tidak ada yang bisa bersekolah sampai jenjang yang lebih tinggi.


Penutup

Melalui pelaksanaan kegiatan wawancara ini sangat banyak memberikan berbagai manfaat, makna, serta pengalaman hidup yang dapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal-hal kecil yang sering kita remehkan ternyata memiliki manfaat dan makna yang besar bagi lingkungan sekitar kita. Misalnya saja membuang sampah, kita bayangkan jika satu orang membuang sampah berupa kulit permen dijalan hal tersebut tidak memberikan pengaruh apa-apa tetapi setiap hari lebih dari satu orang membuang sampah dijalan yang sama akan memberikan pengaruh yang buruk bagi lingkungan. Jika tidak ada sosok seperti bapak Asep tidak dipungkiri lingkungan akan menjadi sangat kumuh.

Pengalaman baru yang saya peroleh sangat banyak antara lain belajar untuk mengatur uang, belajar untuk peduli terhadap sesama dan yang paling penting adalah saya menjadi lebih peka terhadap lingkungan sekitar saya. Manfaat bagi perkembangan hidup atau religiositas saya adalah menjadi lebih peka terhadap sesama.

Dengan demikian saya simpulkan Tuhan itu mempunyai rencana yang baik bagi hamba-hambanya. Dan janganlah kita menyerah menghadapi berbagai tantangan karena semua itu akan indah pada saatnya. ”Sebab itu terimalah satu sama lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah ”

( Roma 15:7)

Fenomenologi Agama

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama, tercermin dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Dalam kondisi keberagaman seperti ini, bisa saja terjadi interaksi sosial di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda yang kemudian berlanjut pada hubungan perkawinan.

Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat. Dengan hidup bersama, kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi pembentukan negara dan bangsa. Mengingat pentingnya peranan hidup bersama, pengaturan mengenai perkawinan memang harus dilakukan oleh negara. Di sini, negara berperan untuk melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan wanita.

Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam dan Kristen menyebabkan tidak sedikitnya pernikahan berbeda agama antar kedua agama tersebut. Seiringan dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar dalam berbagai media terjadinya perkawinan yang dianggap problematis dalam kehidupan bermasyarakat.

Selain permasalahan yang berhubungan dengan pengakuan negara atau pengakuan dari kepercayaan/agama atas perkawinan, pasangan yang melaksanakan perkawinan tersebut seringkali menghadapi masalah-masalah lain di kemudian hari, terutama untuk perkawinan beda-agama. Misalnya saja, pengakuan negara atas anak yang dilahirkan, masalah perceraian, pembagian harta ataupun masalah warisan. Belum lagi, dampak-dampak lain, seperti berkembangnya gaya hidup kumpul kebo atau hidup tanpa pasangan yang terkadang bisa dipicu karena belum diterimanya perkawinan beda agama.

Negara Indonesia memiliki pluralisme dalam kehidupan beragama yang terkadang menjadi konflik apabila terjadi pernikahan antar agama tersebut khususnya agama islam dan katolik, sehingga cukup menjadi perbincangan sehingga kami memilih tema pluralisme dan dialog ini mengenai kontroversi tersebut.

1.2 TUJUAN

Masih banyaknya kebingungan mengenai pernikahan antara pemeluk agama islam dan katolik yang didasarkan pada pluralitas dan dialog masyarakat beragama menarik kami untuk mengetahui hukum-hukum yang berlaku mengenai pernikahan berbeda agama tersebut, tata cara pernikahannya dan keabsahannya, juga mengetahui dampak-dampaknya. Sehingga menjadi penerangan bagi masyarakat Indonesia yang masih menganggap pernikahan tersebut tabu dan membuka mata masyarakat Indonesia untuk menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam kehidupan sosial beragama dalam lingkungan.

1.3 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pernikahan antar pemeluk agama islam dan katolik sah secara hukum Indonesia maupun secara hukum agama masing-masing?

2. bagaimana solusi bagi pasangan beda agama yang tetap ingin melangsungkan pernikahan di Indonesia?

3. Apakah dampak negatif dari pernikahan beda agama?

1.4 METODOLOGI

Dalam mengerjakan makalah ini kami menggunakan metodologi studi pustaka, melakukan wawancara terhadap pemuka agama dan pasangan berbeda agama, dan melakukan pencarian referensi melalui internet untuk mengumpulkan data – data yang akurat yang berhubungan dengan tema yang kami pilih.


BAB II

LANDASAN TEORI

2. 1 Definisi Pluralisme dan Dialog

Pluralisme sendiri berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu pluralism, dan berdasarkan dari wikipedia, pluralism mempunyai pengertian "Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran / pembiasan)"

Sedangkan Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:

§ Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.

§ Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.

§ Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.

§ Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.[1]

Pengertian dialog menurut KBBI adalah "komunikasi antara dua orang, dalam suasana kesetaraan dan kesesuaian" .Dialog itu berbeda dengan monolog, dimana seseorang berbicara dengan sendirian, dan lawan bicaranya tidak boleh mempunyai hak untuk "menandingi" pembicaraannya, dengan demikian esensi dialog adalah munculnya semangat keterbukaan di antara dua manusia atau kelompok, dalam suasana yang sepadan, tanpa diwarnai konfrontasi kendati terdapat kontradiksi diantara keduanya.[2]

Pernikahan antara pemeluk agama Islam dan Katolik ini kami indikasikan sebagai salah satu bentuk hasil dari Pluralisme dan Dialog, karena pernikahan ini memunculkan keterbukaan antar dua manusai dengan paham berbeda tanpa diwarnai konfrontasi diantara keduanya walaupun adanya kontradiksi dengan menyampingkan kefanatikannya dan menerima perbedaan di dalam hubungan masing-masing individu.

2.2 Definisi Pernikahan

Menurut bahasa, pernikahan diambil dari kata ‘nikah’ yang berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi). Dengan begitu pernikahan dapat diartikan sebagai hal (perbuatan) nikah atau upacara nikah.[3] Pernikahan juga dapat diartikan dengan upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat.

Secara etimologi, pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam Bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan.

Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi anatar bangsa, suku satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.

Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan. [4]

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2.3 Pernikahan Beda Agama Menurut Islam

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. ” (Q.S Al- Baqarah: 221)

Apakah seorang muslim boleh menikahi wanita non muslim? Dalam hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan.[5]

1. Wanita yang Musyrik (Musyrikah atau Animis /Paganis)

Yang dimaksud dengan musyrikah adalah penyembah berhala (animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi seorang muysrikah/animis/paganis. Hal itu diterangkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221. Hikmah dari pengharaman tersebut sangatlah jelas, yaitu ketidakcocokan antara Islam dan animisme. Yang mana aqidah tauhid sangat mencela animisme dan kelompok animisme tidak mempunyai kitab samawi serta Nabi yang diutus oleh Tuhan. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran-ajaran dasar agama Islam. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 yang terakhir surat Al-Baqarah sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah pertengkaran dan pertengkaran.

2. Wanita yang tak mengakui adanya tuhan atau Atheis (Mulhidah)

Yang dimaksud dengan mulhidah adalah wanita yang tidak beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis. Ini karena wanita atheis kedudukannya leb ih buruk dibanding wanita yang musrik, yang mana wanita musyrikah masih mengakui adanya tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Tetapi mereka menduakan Tuhan di dalam penyembahan. Mereka (musyrikah) diharamkan menikahinya apalagi bagi wanita yang sama sekali tidak mengakui adanya tuhan. Maka pengharaman untuk menikahinya lebih diutamakan.

3. Wanita yang Murtad dari agama Islam (Murtaddah)

Yang dimaksud dengan murtad adalah individu yang menjadi kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki hukum-hukum yang berkenaan dengan akherat (seperti yang tertera dalam al-Quran surat al-Baqarah: 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Seperti orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan diharamkan adanya hubungan perkawinan antara seorang muslim dan murtaddah ataupun sebaliknya. Dan apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka pernikahannya tidak sah. Dan jika kemurtadan itu timbul setelah terjadinya perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah disepakati oleh para ahli fiqh.

4. Wanita ahlu al kitab (beragama yahudi atau nasrani)

MUI menyatakan bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab tidak diperbolehkan/haram hukumnya.

KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 4/MUNAS VII/MUI/8/2005
Tentang PERKAWINAN BEDA AGAMA[6]
 

Dengan dalil-dalil berikut:

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita yang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya . Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. al-Baqarah [2] : 221)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuanperempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Alllah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka jangalah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya diantara kamu. Dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana” (QS. al-Mumtahianah [60] : 10).

Hadis-hadis Rasulullah s.a.w :
Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal : 
(i)       karena hartanya; 
(ii)      karena (asal-usul) keturunannya; 
(iii)     karena kecantikannya; 
(iv)     karena agama. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang menurut agama Islam; (jika tidak) akan binasalah kedua tangan-mu (Hadis riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a);
 
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA
1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

2.4 PERKAWINAN MENURUT HUKUM NASIONAL[7]

2.4.1 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dalam konsepsi hukum perdata Barat, perkawinan hanya dipandang sebagai hubungan keperdataan saja[10]. Artinya, tidak ada campur tangan dari Undang-undang terhadap upacara-upacara keagamaan yang melangsungkan perkawinan. Undang-undang hanya mengenal perkawinan perdata, yaitu perkawinan yang dilangsungkan di hadapan seorang pegawai catatan sipil.

Demikian juga dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berlaku di Indonesia. Untuk melangsungkan sebuah perkawinan, hanya dibutuhkan dua macam syarat[11], yaitu:

  1. Syarat materil, yang merupakan inti dalam melangsungkan perkawinan pada umumnya. Syarat ini meliputi:

A. Syarat materil mutlak yang merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi seseorang yang harus diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada umumnya. Syarat itu meliputi:

1. Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (Pasal 27 KUHPerdata).

2. Persetujuan dari calon suami dan istri (Pasal 28 KUHPerdata).

3. Interval 300 hari bagi seorang wanita yang pernah kawin dan ingin kawin kembali (Pasal 34 KUHPerdata).

4. Harus ada izin dari orangtua atau wali bagi anak-anak yang belum dewasa dan belum pernah kawin (Pasal 35 – Pasal 49 KUHPerdata.

B. Syarat materil relatif, yaitu ketentuan yang merupakan larangan bagi seseorang untuk kawin dengan orang tertentu, yang terdiri atas 2 macam:

1. Larangan kawin dengan keluarga sedarah.

2. Larangan kawin karena zinah

3. Larangan kawin untuk memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian, jika belum lewat waktunya satu tahun.

  1. Syarat formal, yaitu syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan mencakup pemberitahuan ke pegawai Catatan Sipil (Pasal 50 – 51 KUHperdata).

2.4.2 Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (UU Perkawinan) maka semua perundang-undangan perkawinan Hindia Belanda dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 66 UU Perkawinan.

Menurut Pasal 1 UU Perkawinan, perkawinan adalah sebuah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pasal ini, tersirat bahwa perkawinan yang berlaku di Indonesia adalah perkawinan antara seorang pria dan wanita saja. Selanjutnya, dalam Pasal 2 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan para pihak. Setelah perkawinan dilakukan, perkawinan tersebut pun harus dicatatkan, dalam hal ini pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Catatan Sipil.

Pasal 6 UU Perkawinan menetapkan beberapa persyaratan untuk melakukan perkawinan, yaitu:

  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
  2. Bila calon mempelai belum mencapai umur 21 tahun, maka ia harus mendapat izin kedua orangtua atau salah satunya bila salah satu orangtua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya. Apabila keduanya telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
  3. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut di atas atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin melakukan perkawinan.
  4. Ketentuan di atas tidak bertentangan atau tidak diatur lain oleh hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya yang bersangkutan.

Sementara, untuk larangan kawin, UU Perkawinan (Pasal 8) prinsipnya hanya melarang terjadinya perkawinan yang keduanya memiliki hubungan tertentu, baik hubungan sedarah, semenda, susuan atau hubungan-hubungan yang dilarang oleh agamanya atau peraturan lain.

UU Perkawinan memandang perkawinan tidak hanya dilihat dari aspek formal semata-mata, melainkan juga dari aspek agama[12]. Aspek agama menetapkan tentang keabsahan suatu perkawinan, sedangkan aspek formalnya menyangkut aspek administratif, yaitu pencatatan perkawinan. Menurut UU Perkawinan, kedua aspek ini harus terpenuhi keduanya. Bila perkawinan hanya dilangsungkan menurut ketentuan Undang-undang negara, tanpa memperhatikan unsur agama, perkawinan dianggap tidak sah. Sebaliknya, apabila perkawinan dilakukan hanya memperhatikan unsur hukum agama saja, tanpa memperhatikan atau mengabaikan Undang-undang (hukum negara), maka perkawinan dianggap tidak sah.

2.4.3 Status Perkawinan Beda-Agama Dalam Hukum Nasional

UU Perkawinan tidak memberi larangan yang tegas mengenai perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki agama/keyakinan yang berbeda. Hal ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Sebagian berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak sah karena tidak memenuhi baik ketentuan yang berdasarkan agama, maupun berdasarkan Undang-undang negara. Sementara, di sisi lain, ada pihak yang berpendapat berbeda. Perkawinan antara pasangan yang berbeda-agama sah sepanjang dilakukan berdasarkan agama/keyakinan salah satu pihak.

Prof. Wahyono Darmabrata menyebutkan ada 4 cara yang populer ditempuh oleh pasangan beda-agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu:

1. Perkawinan dilakukan dengan meminta penetapan pengadilan.

2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama.

3. Penundukan sementara pada salah satu hukum agama

4. Perkawinan dilakukan di luar negeri.

Untuk cara yang keempat, UU Perkawinan memberikan ruang yang dapat digunakan sebagai sarana untuk melegalkan perkawinan tersebut. Pasal 56 UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan, bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam waktu 1 tahun setelah suami dan isteri tersebut kembali ke wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka.

Namun, menurut Prof. Wahyono Darmabrata, perkawinan yang demikian tetap saja tidak sah sepanjang belum memenuhi ketentuan yang diatur oleh agama. Artinya, tetap perkawinan yang berlaku bagi warga negara Indonesia harus memperhatikan kedua aspek, yaitu aspek Undang-undang dan aspek hukum agama.

2.5 Wawancara

Untuk mendapatkan hasil yang lebih nyata maka kami mewawancara seorang Pastur yang bernama A. Bogaartz dan sepasang suami istri yang menikah beda agama.

2.5.1 Hasil wawancara dengan pasangan suami istri yang menikah beda agama:

Pertanyaan : Pernikahan menurut kalian apa?

Jawaban : Pernikahan itu adalah ketika dua orang itu melegalkan (buat negara) bahwa mereka adalah sah suami istri, sah hidup bersama dan ngiket komitmen tp itu semua cuma buat melegalkan dalam negara soalnya kan budaya kita emang masih menganut bahwa udah nikah baru boleh hidup bareng

Pertanyaan : Nah, pernikahan beda agama itu sendiri itu gimana menurut kalian, berhubung ada beberapa agama yang tidak memperbolehkan hal itu..

Jawaban : Itu kembali ke esensi apa agama itu, buat apa agama itu untuk pribadi itu sendiri.

Pertanyaan : Proses pernikahan beda agama itu sendiri itu gmana?

Jawaban : Kenapa orang menganggap pernikahan beda agama itu dilarang atau dianggap tidak bagus untuk masa depan keluarga itu, Karena banyak orang berpikir, nanti anaknya bagaimana? Nanti beribadahnya gimana, kan beda, si bapak hari minggu ke gereja. Si ibu puasa, jadi konsistensinya kurang gitu. Mungkin saya bukan orang yang terlalu fanatik dengan agama saya, tapi menurut ayat-ayat setahu saya tidak ditegaskan sangat tidak diperbolehkan, Tapi kembali manusia yang menegaskan bahawa itu tidak boleh karena pertimbangan-pertimbangan tadi.

Pertanyaan : Tapi pernah mendapat masalah hukum?

Jawaban : Selama hukum itu dibuat oleh manusia dan selama manusia berpikir seperti itu, maka jadilah itu bermasalah, berhubung di Indonesia masyarakatnya mayoritas beragama, maka agama mayoritas itu biasanya mempengaruhi hukum tersebut.

Pertanyaan : Menurut kalian pernikahan agama diperbolehkan tidak?

Jawaban : Pada dasarnya seharusnya bisa, karena penikahan esensinya adalah komitmen, toleransi, cinta dan legalitas, bukan karena upacaranya. Karena menurut kami agam merupakan pegangan antara saya dengan tuhan secara hakiki, dan tuhan mengajarkan cinta dalam semua agama.

Pertanyaan : Pernikahan kalian dilakukan dimana?

Jawaban : Catatan sipil, KUA hanya untuk pernikahan yang satu agama saja.

Pertanyaan : Ga ada masalah dalam pengesahan tersebut? Seperti berpindah agama misalnya?

Jawaban : Pernikahan merupakan toleransi, bukan penyatuan pendapat, seharusnya kita berfikir lebih luas, agama itu sebenarnya menyatukan, bukannya pengkotak-kotakan dan agama manapun menyuruh untuk bertoleransi terhadap perbedaan, dan apabila manusia tidak sadar akan hal itu, maka pengkotak”an akan terus terjadi. Sehingga diantara kami tidak berfikir untuk merubah agama kami untuk alasan apapun walaupun itu dapat mempermudah pengesahan pernikahan kami.

Pertanyaan : Selama pernikahan, ada masalah tidak?

Jawaban : Ada, dimulai dengan tidak adanya persetujuan dipihak keluarga dari pemeluk agama muslim dan yang bermasalah adalah saudara-saudara, bukannya orang tua, maka kami tidak menghiraukannya karena ini adalah masalah keluarga kami. Diskriminasi oleh lingkungan kerja kami juga dapat kami rasakan, rasanya seperti hukuman sosial, walaupun tidak menyangkut karir tapi kami dapat mengakui kami dapat merasakan perlakuan berbeda dan sering disindir oleh teman-teman kami, anak kamipun kemudian sempat mengalami kebingungan atas keberagaman kami, ia memang lahir sebagai umat muslim, tapi pada akhirnya kami menyerahkan semuanya atas pilihan anak kami.

2.5.2 Berdasarkan hasil Wawancara dengan Pastur A. Bogaartz adalah sebagai berikut:

Pertanyaan : Kesan pastur tentang perkawinan?

Jawaban : Seagama:

Perkawinan katolik bersumber pada kasih kristus, orang yang menikah bertujuan untuk mengungkapkan kasih kristus, setiap orang yang menikah akan mendapatkan sakramen pernikahan.

Beda agama:

Sedangkan pernikahan beda agama dalam pandangan agama katolik unsure” diatas akan hilang karena bukan perkawinan sacramental, karena bukan perkawinan sacramental ( salah satu mempelai belum pernah di babptis, dan tidak akan mendapat sakramen pernikahan) Pernikahan Cuma berarti sebagai pemberkatan perkawinan yang berarti sekali menikah hidup. Dan itu wajib dijalani.

Pertanyaan : Cara gereja menyikapi perkawinan beda agama:

Jawaban : Bukan hal yang menguntungkan.

Pertanyaan : Apakah gereja menolak perwakinan:

Jawaban : Tidak menolak, asalkan mereka dapat menikah secara katolik. Yang ditolak adalah jika salah satu mempelai berpindah agama diluar katolik menjadi agama mempelai lainnya.

Bagi yang menikah beda agama, harus mengisi formulir setia terhadap agama (masing-masingnya) dan anaknya yang lahir harus di baptis dan dididik secara katolik.

Sedangkan untuk pihak nonKatolik, harus mengetahui tentang janji-janji diantaranya: 1. Mengetahui janji pihak katolik

2. Berjanji setia terhadap hukum perkawinan katolik. (tidak boleh cerai) 3. Bebas untu menikah dengan berarti (tidak memiliki istri laen dan bisa menikah)

Alasan gereja tetap menerima beda agama adalah demi kepentingan umat katolik maksudnya supaya umat katolik tidak ikut berjinah.

Pernikahan kanonik (persiapan perkawinan) :

Harus ada dua saksi bahwa (satu” dari salah satu mempelai) bahwa mempelai tidak terikat oleh orang lain, harus ada status liberal. (kejelasan dari hukum)


BAB III

PEMBAHASAN

Keberagaman agama di Indonesia masih menjadi permasalahn yang tidak ada habisnya. Seperti kasus pernikahan beda agama yang banyak terjadi di Indonesia diakibatkan oleh ketidaktegasannya hukum di Indonesia. UU Perkawinan tidak memberi larangan yang tegas mengenai perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki agama/keyakinan yang berbeda. Hukum di Indonesia mensahkan sebuah pernikahan apabila penikahan tersebut telah sah secara ajaran agama yang dianut. Hal ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Sebagian berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak sah karena tidak memenuhi baik ketentuan yang berdasarkan agama, maupun berdasarkan Undang-undang negara. Oleh karena itu banyak orang yang memanfaatkan kelowongan aturan tersebut dengan melakukan kecurangan dalam pernikahan.

Menurut hukum islam jelas menegaskan bahwa pernikahan beda agama itu haram hukumnya dan MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan beda agama itu dilarang di Indonesia merujuk dari ayat-ayat Al-Qur’an (Al-Baqoroh:221). Islam hanya memperbolehkan bila orang tersebut sudah masuk islam terlebih dahulu dan melakukan pernikahan dalam hokum islam.

Menurut hasil wawancara dengan Pastur A. Bogaartz mengatakan bahwa pernikahan beda agama dibolehkan oleh gereja asalkan dilakukan dengan cara katolik. Sedangkan pernikahan beda agama dalam pandangan agama katolik unsur-unsur pernikahantersebut akan hilang karena bukan perkawinan sacramental, karena bukan perkawinan sacramental ( salah satu mempelai belum pernah di babptis, dan tidak akan mendapat sakramen pernikahan) Pernikahan Cuma berarti sebagai pemberkatan perkawinan yang berarti sekali menikah hidup dan itu wajib dijalani. Jadi pada intinya ajaran katolik tidak memperbolehkan pernikahan agama tetapi dari pihak gereja membolehkan hal tersebut dengan alasan takut terjadi perzinahan.

Dampak negatif yang dihawatirkan akan terjadi dari pernikahan beda agama adalah tidak terjalinnya hubungan saling menghargai dalam menjalankan ajaran agama masing-masing. Hal tersebut dapat memicu konflik dalam pernikahan tersebut yang dapat menyebabkan perceraian. Pernikahan beda agama juga akan berdampak buruk pada anak, anak akan merasa bimbang dan takut untuk memeluk agama yang ia inginkan. Dampak buruk lainnya adalah sikap diskriminasi dari lingkungan sekitar kepada keluarga beda agama tersebut karena di Indonesia hal tersebut masih tabu dan hal yang ilegal.

Ada 4 cara yang populer ditempuh oleh pasangan beda-agama di indonesia agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu:

1. Perkawinan dilakukan dengan meminta penetapan pengadilan.

2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama.

3. Penundukan sementara pada salah satu hukum agama

4. Perkawinan dilakukan di luar negeri.

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 SIMPULAN

· UU Perkawinan di indonesia tidak memberi larangan yang tegas mengenai perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki agama/keyakinan yang berbeda. Akan tetapi hukum di Indonesia akan mensahkan sebuah pernikahan apabila penikahan tersebut telah sah secara ajaran agama yang dianut. Hal ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan masyarakat.

· islam jelas menegaskan bahwa pernikahan beda agama itu haram hukumnya dan MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan beda agama itu dilarang di Indonesia merujuk dari ayat-ayat Al-Qur’an (Al-Baqoroh:221). Islam hanya memperbolehkan bila orang tersebut sudah masuk islam terlebih dahulu dan melakukan pernikahan dalam hukum islam.

· pada dasarnya ajaran katolik tidak memperbolehkan pernikahan agama karena unusur-unsur pernikahan yang sakral akan hilang. tetapi dari pihak gereja membolehkan hal tersebut dengan alasan takut terjadi perzinahan.

· Dampak negatif yang dihawatirkan akan terjadi dari pernikahan beda agama adalah tidak terjalinnya hubungan saling menghargai dalam menjalankan ajaran agama masing-masing. Hal tersebut dapat memicu konflik dalam pernikahan tersebut yang dapat menyebabkan perceraian. Pernikahan beda agama juga akan berdampak buruk pada anak, anak akan merasa bimbang dan takut untuk memeluk agama yang ia inginkan. Dampak buruk lainnya adalah sikap diskriminasi dari lingkungan sekitar kepada keluarga beda agama tersebut karena di Indonesia hal tersebut masih tabu dan hal yang ilegal.

· Ada 4 cara yang populer ditempuh oleh pasangan beda-agama di indonesia agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yaitu:

1. Perkawinan dilakukan dengan meminta penetapan pengadilan.

2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama.

3. Penundukan sementara pada salah satu hukum agama

4. Perkawinan dilakukan di luar negeri.

4.2 SARAN

· Sebaiknya hokum di Indonesia dapat dipertegas lagi mengenai peraturan pernikahan beda agama agar tidak terjadi lagi kasus penyelewengan dalam pernikahan.

· Pentingnya kesadaran masyarakat di Indonesia untuk menaati setiap peraturan pemerintah dan agama sangat dibutuhkan untuk terlangsungnya kehidupan agama di Indonesia.

Daftar Pustaka

1. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Sumber acuan : Internet

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme

2. http://my.opera.com/Luqmans/blog/dialog-kenapa-tidak

3. Kamus Besar Bahasa Indonesia

4. http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan

5. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/component/content/article/1-tanya-jawab/858-menikah-beda-agama

6. http://www.mail-archive.com/daarut-tauhiid@yahoogroups.com/msg04506.html

7. http://bh4kt1.multiply.com/journal/item/18