Sabtu, 11 Desember 2010

PERENCANAAN STRATEGIK DALAM PENCAPAIAN MDGs DI INDONESIA

PERENCANAAN STRATEGIK DALAM PENCAPAIAN MDGs DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perencanaan Stratejik merupakan suatu proses yang berjalan secara sistematik dan berkelanjutan dari suatu keputusan dengan memanfaatkan pengetahuan pengorganisasian secara sistematik dan hasilnya dapat diukur melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematik.[1] Pembangunan yang berhasil tidak terlepas dari suatu perencanaan, baik perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. Orientasi pembangunan tidak hanya memperhatikan masalah pertumbuhan tetapi juga pada aspek pemerataan.

Dikotomi orientasi pembangunan antara pertumbuhan dan pemerataan, sebagaimana diketahui, sudah berlangsung sejak lama. Akan tetapi berbagai kajian ilmiah membuktikan bahwa pembangunan yang menekankan pada pemerataan lebih berdampak positif. Nilai positif ini setidaknya dapat dilihat dari dua aspek yaitu: Pertama, bahwa orientasi pembangunan yang menekankan pada pemerataan akan mengangkat kesejahteraan penduduk secara lebih luas. Dengan begitu, lebih banyak penduduk yang dapat menikmati hasil pembangunan. Kedua, secara timbal balik, karena semakin banyaknya penduduk yang kesejahteraannya meningkat, pada gilirannya akan lebih banyak lagi sumberdaya manusia yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan demikian keberlanjutan pembangunan menjadi lebih pasti. Sebaliknya orientasi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan akan lebih menghasilkan kesenjangan dalam masyarakat.[2]

Salah satu kerangka kerja yang bisa membantu dalam memahami kemiskinan sebagai permasalahan multidimensi dan pengukurannya adalah dengan Tujuan Pembangunan Millenium atau disebut juga Millenium Development Goals (MDGs).[3] Dalam makalah ini kami mencoba untuk menganalisis tentang “Indonsia dan 10 tahun pencapaian MDGs di lihat dari tujuan/target menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dilaksanakan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan menghubungkan aspek-aspek perencanaan stratejik seperti visi, misi, tujuan dan objektif.

2. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perencanaan Stratejik dan sebagai bahan latihan bagi mahasiswa jurusan Administrasi Publik agar mampu mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan serta hambatan/penyebab dalam perencanaan stratejik. Sedangkan tujuannya adalah agar dapat melakukan analisis terhadap dampak dari program-program pemerintah dalam melakukan perencanaan.

3. Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang dikemukakan, maka kami membatasi masalah ini dengan menitikberatkan perencanaan stratejik dalam pencapaian MDGs di Indonesia dilihat dari tujuan/target menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan menghubungkan aspek-aspek perencanaan stratejik seperti visi, misi, tujuan dan objektif.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perencanaan Stratejik: Visi, Misi, Tujuan, dan Objektif

Perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang diawali dengan merumuskan tujuan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan, menentukan personal, merancang proses dan hasilnya, memberikan umpan balik pada personal, dan memodifikasi rencana yang diperlukan (Swansburg, 1999).

Visi adalah suatu hal yang terlihat dalam mimpi. Suatu visi memberikan informasi tentang bentuk dan gambaran suatu hal pada masa yang akan datang yang terkait dengan misi yang bermanfaat bagi organisasi dan orang yang bekerja sama di dalamnya (Swansburg & Swansburg, 1999). Pernyataan misi suatu organisasi menggambarkan manfaat keberadaan organisasi tersebut. Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan Visi.[4]

Adapun tujuan perencanaan adalah sebagai berikut:

· memberikan arahan/upaya koordinasi: semua concern akan kondisi organisasi dan tahu kontribusinya dalam mencapai tujuan (mandiri maupun dalam tim) dimana tahap awal adalah tahap paling kritis dari proses manajemen;

· Mengurangi dampak perubahan;

· Meminimalkan hasil yang sia-sia (efektif-sien), overlapping, dan pengulangan/ kegagalan;

· Menetapkan standar pengontrolan/pengendalian: membandingkan kinerja & tujuan; deviasi; dan tindakan korektif yang diperlukan (indikator tercapai/tidaknya tujuan organisasi)

Rencana Strategis (Strategic Plan) adalah rencana langkah demi langkah yang setelah lengkap pada akhirnya akan membawa lembaga mencapai tujuan akhir sesuai dengan tujuan yang tersirat dalam pernyataan Visi dan misi suatu rencana strategis hendaknya bersifat fleksibel secara rasional guna dapat menampung kemungkinan adanya hal-hal yang tak terduga di lain pihak rencana strategis bersifat dinamis, dapat berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan saat itu tanpa mengubah tujuan akhir.[5]

Fase dalam perencanaan stratejik terdiri dari:

1. The mission & the creed

2. Data collecting & analysis

3. Assess strengths & weakness

4. Goals & objectives

5. Strategies

6. Timetable

7. Operational & functional plans

8. Implementation

9. Evaluation

(Modul ajar FIK-UI)

Perencanaan yang baik harus memiliki beberapa ciri, diantaranya:

· Spesifik: jelas tujuan, urutan, objektif (hasil akhir), metoda evaluasi

· Bermanfaat

· Sederhana/ simple

· Realistis: menggunakan sumber yang ada, faktual, rasional, fleksibel

· Sesuai standar, kebijakan, prosedur yang berlaku

· Sesuai skala prioritas (rasional)

· Melibatkan seluruh komponen organisasi

· Berkesinambungan

· Tertulis

(Modul ajar FIK-UI)

Tahap-tahap dalam perencanaan

a) Pengumpulan, klasifikasi, interpretasi data

b) Analisis lingkungan: SWOT, 5W1H

c) Pengorganisasian data

d) Penyusunan rencana

(Modul ajar FIK-UI)

2.2 Perencanaan Stratejik dalam Pencapain Tujuan MDGs Dalam Hal Mengurangi Kemiskinan Dan Kelaparan (Studi Kasus)

2.2.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2007 dalam bentuk uji coba di 7 (tujuh) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. PKH merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia dan akan menjadi cikal bakal pengembangan sistem jaminan sosial.

Prinsip PKH adalah memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu dengan menerapkan persyaratan yang terkait dengan pemanfaatan pendidikan dan kesehatan bagi penerimanya. Persyaratan yang diterapkan tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu anak-anak penerima PKH usia 6-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar diharuskan untuk didaftarkan ke satuan pendidikan (sekolah) terdekat dan memenuhi kehadiran 85%; ibu hamil dan anak usia 0-6 tahun diharuskanmendatangi pusat-pusat layanan kesehatan untuk memenuhi protokolbkesehatan yang berlaku. Dalam jangka pendek, program ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dan dalam jangka panjang diharapkan akan memutus rantai kemiskinan melalui upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Rancangan dan pelaksanaan kebijakan program yang baik diharapkan akan memberikan manfaat yang besar tidak saja bagi rumah tangga sangat miskin di Indonesia tetapi juga bagi negara melalui pembangunan manusia. Manfaat tersebut diharapkan dapat dicapai melalui pemenuhan pendidikan dasar (terutama untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah menengah tingkat pertama kelompok masyarakat miskin yang saat ini kurang dari 60%), pemenuhan cakupan imunisasi, perawatan ibu hamil dan menyusui, dan pengurangan masalah kekurangan gizi pada anak-anak miskin usia 0-5 tahun. Pada akhirnya, manfaat PKH terkait dengan upaya pemerintah untuk mencapai target-target dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs).

PKH bukanlah program yang mudah dalam pelaksanaannya, terutama terkait dengan: (i) ketepatan pemilihan peserta (penentuan rumah tangga sangat miskin), (ii) ketersediaan instrumen-instrumen dan proses verifikasi terhadap persyaratan yang ditetapkan di lapangan, (iii) kesiapan penyedia layanan (pendidikan dan kesehatan), (iv) ketepatan proses penyaluran dana, (v) kesiapan institusi dan koordinasi antar pihak yang terkait dalam pelaksanaan program (pemerintah pusat, pemerintah daerah/unit-unit di tingkat daerah, penyedia layanan pendidikan dan kesehatan, fasilitator/pendamping, dan sebagainya), (vi) proses pengaduan dan penyelesaian masalah pengaduan, serta (vii) proses pemutakhiran data yang terkait dengan pengembangan sistem informasi teknologi. Salah satu hal yang penting untuk dapat mensukseskan pelaksanaan PKH adalah ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan.

Ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana, program-program pendukung, serta lembaga-lembaga yang mengelola jasa layanan tersebut baik formal maupun non-formal. Dengan persyaratan bahwa penerima bantuan harus mendaftarkan anak-anak mereka ke satuan pendidikan dan memeriksakan kesehatan ke pusat-pusat layanan kesehatan agar mereka dapat menerima bantuan, maka akan terjadi peningkatan permintaan terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Di lain pihak, sebelum menerima program ini, pemerintah daerah yang bersangkutan telah menandatangi kesepakatan yang berisi diantaranya adalah kesediaan untuk menyediakan kedua layanan tersebut. Dengan demikian, diharapkan penerima bantuan tidak akan mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Akan tetapi, masih banyak daerah yang belum terjangkau kedua layanan tersebut, misalnya untuk daerah-daerah yang memiliki akses yang sulit (daerah-daerah terpencil) atau karena kedua layanan tersebut belum tersedia di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu adanya evaluasi dampak PKH terhadap ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan PKH.

Dari dua aspek yang menjadi sasaran PKH yaitu pendidikan dankesehatan, fokus evaluasi yang dilaksanakan pada tahun 2008 adalah aspek kesehatan. Masalah kesehatan terutama di Indonesia masih sangat kompleks terutama terkait dengan kesehatan ibu hamil dan balita. Laporan pencapaian MDGs tahun 2007 menunjukkan bahwa aspek pendidikan telah mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan, yaitu APM SD (94,7%), APM SMP (66,5%), Melek huruf usia 15-24 (99,6%) dari target 100% di tahun 2015. Sedangkan pada aspek kesehatan masih perlu kerja keras dari semua pihak, misalnya tingkat kematian ibu (per 100.000) sebesar 390 (target 307), kelahiran yang dibantu tenaga terlatih sebesar 40,7 % (target 72,4%), tingkat kematian bayi (per 1000) sebesar 57 (target 32), tingkat kematian anak (1-5 tahun, per 1.000) sebesar 81 (target 40), dan tingkat imunisasi campak usia 12 bulan sebesar 44,5 % (target 71,6 %). Selain indikator tersebut, masalah kesehatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga (SDM) di bidang kesehatan, fasilitas medis yang mcccbbemadai, faktor budaya masyarakat sehingga diperlukan penanganan yang komprehensif.

Mempertimbangkan hal tersebut, maka evaluasi akan diarahkan pada ketersediaan layanan kesehatan dalam hal ini adalah menilai sejauh mana kesiapan pihak penyedia pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa-desa untuk mendukung pelaksanaan PKH. Efektifitas pelaksanaan PKH di bidang kesehatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai, baik dari sisi fasilitasnya seperti rumah sakit dan puskesmas, dari sisi tenaga medisnya, dan dari sisi ketersediaan obat-obatan yang meningkat karena adanya peningkatan permintaan atau layanan kesehatan bagi RTSM peserta PKH. Dengan evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perbaikan program, khususnya dalam penyediaan layanan kesehatan.

2.2.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan evaluasi terhadap PKH adalah mengevaluasi dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, sehingga dapat menjadi masukan dalam perbaikan disain PKH maupun dalam pelaksanaan program selanjutnya.

2.2.3 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan evaluasi ini adalah laporan yang memuat:

a) Hasil penilaian terhadap kesiapan penyediaan pelayanan kesehatan dalam mendukung pelaksanaan PKH;

b) Jenis-jenis pelayanan kesehatan serta program-program yang diperlukan untuk mendukung PKH agar mudah diakses oleh masyarakat miskin;

c) Rekomendasi mengenai alternatif penyelesaian masalah yang terkait dengan penyediaan pelayanan kesehatan.

2.2.4 Ruang Lingkup

Kegiatan evaluasi difokuskan pada penilaian dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan tujuan PKH yang tidak hanya untuk membantu ekonomi rumah tangga miskin secara jangka pendek tetapi juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, maka peningkatan kualitas kesehatan keluarga sejak dini menjadi sangat penting.

Untuk menilai dampak PKH terhadap efektifitas penyediaan pelayanan kesehatan, maka fokus evaluasi diarahkan pada:

1. Menilai efektivitas para pelaku kunci program dalam menyediakan layanan kesehatan bagi peserta PKH secara tepat waktu;

2. Mengidentifikasi jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh peserta PKH;

3. Mengidentifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH.

Secara lebih rinci, fokus dari masing-masing evaluasi akan diarahkan pada penilaian terhadap:

a) Efektivitas para pelaku kunci dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH dilakukan dengan:

· Menilai kelancaran dalam pendaftaran dan penyusunan jadwal kunjungan peserta PKH ke pusat-pusat layanan kesehatan terdekat.

· Menilai kelancaran koordinasi dalam penyediaan layanan kesehatan antar institusi penyedia layanan kesehatan, dari tingkat pusat sampai pada pelaksana di lapangan.

· Menilai tingkat kunjungan peserta PKH pada pusat-pusat layanan kesehatan.

b) Identifikasi jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh anak-anak peserta pkh meliputi:

· Jenis-jenis pelayanan kesehatan dapat diakses oleh peserta PKH di masing-masing daerah, termasuk kemudahan dalam mengakses pelayanan tersebut;

· Program-program yang berjalan di masing-masing daerah yang dapat memberikan akses bagi peserta PKH untuk mendapat pelayanan

c) Identifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan layanan kesehatan bagi peserta PKH dilakukan dengan:

· Mengevaluasi pengaduan yang masuk terkait dengan penyediaan layanan kesehatan;

· Menilai alternatif-alternatif yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan penyediaan layanan kesehatan yang diperkirakan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain.

2.3 Analisis Terhadap Contoh Program Kasus

Di lihat dari perencanaan yang dilakukan oleh Bappenas dalam hal ini Direktorat Bidang Penanggulangan Kemiskinan maka secara umum kelompok kami beranggapan bahwa semua yang di jalankan memang sesuai prosedur dan terencana mulai dari input sampai dengan outputnya. Namun, kenyataan dilapangan sangatlah berbeda dengan yang dirumuskan karena hal tersebut terjadi dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah dari SDM itu sendiri baik dari pihak pelaksana maupun pihak yang dilayani. Selain dari SDM, birokrasi juga turut andil dalam menyukseskan program tersebut.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Perencanaan yang matang dari suatu organisasi sangatlah menetukan. Pembangunan yang berhasil dapat diukur dari kseimbangan antara pertumbuhan dan juga pemerataan. Pertumbuhan yang tinggi tidak menjamin pemerataan tinggi pula. Dalam hal ini, pemerintah melalui Bappenas seharusnya memegang peranan penting dalam mengatasi kemiskinan dan kelaparan

3.2 Saran

Adapun saran dari kelompok kami adalah:

1. Pemerintah harus lebih fokus terhadap permasalahan kemiskinan agar tidak terjadi lagi pendiskriminasian.

2. Pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat miskin dalam bidang pendidikan, tenaga kerja dan kesehatan.

3. Memperluas atau membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi kemiskinan sehingga kesejahteraan tercapai.


Daftar Pustaka

http://dispenda.bulelengkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:perencanaan-stratejik&catid=36:data&Itemid=75

http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/P3B/WP 6. Case Studies.pdf

http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/Target/id_mdgr2007_bahasa_110408.pdf

http://eng.unri.ac.id/download/teaching-improvement/BK1_CurrDev_1/Visi Misi - 12.PDF

Modul ajar FIK-UI

Swansburg, R.C.& Swansburg, R.J. (1999). Introductory management & leadership for nurses. (second edition). Boston: Jones & Bartlett Publishers.



[2] http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/Target/id_mdgr2007_bahasa_110408.pdf diakses pada tanggal 14 Nopember 2010

[3] http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/P3B/WP 6. Case Studies.pdf diakses pada tanggal 15 Nopember 2010

1 komentar:

  1. Terima kasih ya.
    Dengan blog ini saya dapat mengerjakan tgs saya.

    BalasHapus

Berilah komentar anda yang bersifat membangun dan sopan.