Sabtu, 11 Desember 2010

STRATEGIC PLANNING (Perencanaan Stategis )

A. STRATEGIC PLANNING (Perencanaan Stategis )
Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak.
Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan serta mengambil ke[utusan untuk mengalokasikan sumberdayanya(termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
Dalam strategic planning :
 Disediakan sebagai sebuah kerangka pembuatan keputusan
 Sebagai dasar pertanggung jawaban dari pemilik, investor dan shareholders.
 Bentuk dasar bagi bisnis/organisasi dan perencanaan proyek
 Menjelaskan tentang bisnis kepada pihak yang lainnya (bentuk internal dan eksternal dari bisnis tersebut) dalam rangka untuk melibatkan mereka dalam pengarahan perusahaan atau organisasi, memotivasi mereka untuk mendukung kegiatan tersebut, dan membiarkan mereka memahami petunjuk-petunjuk dari strategi tersebut.
 Membantu untuk merumuskan masalah dan memonitoring kinerja.
 Sebagai stimulus untuk perubahan dalam organisasi, dan menjadi dasar serta pembatas dalam rencana masa depan.
Perencanaan strategis bersifat eksplisit dan tidak terlalu mendetail, yang mana ia menyediakan fondasi dan kerangka dari perencanaan bisnis atau sebuah organisasi.
Perencanaan strategis merupakan sebuah dokumen yang bersifat visioner, bukan merupakan perencanaan yang bersifat operasional. Ia lebih bersifat konseptual, mengarahkan dan jangka panjang.
Setiap bisnis membutuhkan rencana strategis untuk memastikan kemana sebuah organisasi akan pergi . Perencanaan strategis adalah semua tentang pengaturan arah jangka panjang perusahaan - mengetahui apa tujuan dari sebuah organisasi, tujuan dan nilai-nilai.
B. SWOT ANALYSIS (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Ada beberapa definisi SWOT menurut pandangan beberapa ahli :
a. Daniel Start dan Ingie Hovland
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bias dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.
b. Outline Proses Rinci
Kerangka SWOT – sebuah matrix dua kali dua – sebaiknya dikerjakan dalam suatu kelompok yang terdiri dari anggota kunci tim atau organisasi. Pertama, penting untuk diketahui dengan jelas tentang apa tujuan perubahan kunci, dan terhadap tim atau organisasi apa analisis SWOT akan dilakukan. Setelah pertanyaan-pertanyaan ini dijelaskan dan disepakati, mulailah dengan brainstorming gagasan, dan kemudian setelah itu dipertajam dan diperjelas dalam diskusi.
Perkiraan mengenai kapasitas internal dapat membantu mengidentifikasi dimana posisi sebuah proyek atau organisasi saat ini: sumberdaya yang dapat segera dimanfaatkan dan masalah yang belum juga dapat diselesaikan. Dengan melakukan hal ini kita dapat mengidentifikasi dimana/kapan sumberdaya baru, keterampilan atau mitra baru akan dibutuhkan. Bila berpikir tentang kekuatan, perlu memikirkan tentang contoh-contoh keberhasilan yang nyata dan apa penjelasannya. Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan untuk memikirkan isu-isu di atas antara lain:





Gambar: Analisis SWOT
STRENGHTS WEAKNESS
• Skills and abilities
• Funding lines
• Commitment to positions
• Existing activities

OPPORTUNITY THREATS
• Other organizations relevant to issues
• Resources : financial, technical, human
• Political and policy space
• Other Groups or forces

o Strengths (kekuatan)
merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
o Weakness (kelemahan)
merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada.Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
o Opportunities (peluang)
merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.
o Threats (ancaman)
merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
• Apa yang dianggap karyawan sebagai kekuatan dan kelemahan utama? Mengapa?
Apa pendapat mereka yang berada diluar organisasi?
Sebuah perkiraan tentang lingkungan eksternal cenderung difokuskan pada apa yang terjadi di luar organisasi atau pada bidang yang belum mempengaruhi strategi tetapi dapat saja mempengaruhi strategi – baik secara positif maupun negatif.
Grid di atas merangkum beberapa bidang subjek yang perlu mempertimbangkan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Grid ini dapat digunakan sebagai judul topik bila kita bekerja dalamkelompok-kelompok kecil (gagasan yang baik bila kelompokmu lebih besar dari delapan orang).
Analisis SWOT adalah sebuah instrumen yang beraneka guna, yang dapat digunakan berkali-kali pada berbagai tahap proyek; membangun sebuah telaah ataui untuk pemanasan diskusi sebelum membuat perencanaan. Instrumen ini dapat diterapkan secara luas, atau sub-komponen yang kecil (bagian dari strategi) dapat dipisahkan agar kita dapat melakukan analisis yang mendetil. SWOT sering menjadi pelengkap yang berguna ketika melakukan Analisis Pemangku Kepentingan. Kedua instrumen ini adalah pendahuluan yang baik sebelum melakukan Force Field Analysis dan Influencing Mapping.

C. ANALISIS POLITIK DAN IMPLEMENTASI
Secara bahasa, politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu Politea yang berasal dari kata polis yang artinya kesatuan masyarakat yang mengurus dirinya sendiri dan teia yang berarti urusan. Politeia berarti mengurus urusan negara. Pengertian politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan yang menyangkut kepentingan sekelompok masyarakat atau negara.
Perilaku individu-individu yang ada dalam organisasi, aspek budaya dan aspek politik dalam pemilihan strategi sangat penting untuk diperhatikan. Ketidak selarasan budaya dengan strategi akan berdampak negatif dalam implementasi strategi. Demikian juga halnya dengan politik, politik dalam organisasi kalau tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada kinerja organisasi. Kepemimpinan strategis berkenaan dengan penentuan arah perusahaan dengan mengembangkan dan mengkomunikasikan visi kedepat serta memotivasi dan inspirasi para anggota organisasi untuk mengarah pada visi tersebut. Terdapat tiga elemen yang melekat pada kepemimpinan, yaitu mengajak dan memandu orang untuk mencapai tujuan, melibatkan kelompok orang yang diarahkan sehingga terdapat interaksi antar personal dan merupakan penggerak yang dapat memberikan arti atau nili yang lebih bagi bawahannya. Budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, yang diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru.
Adapun beberapa definisi implementasi :
Pressman & Wildavsky:
1. Implementasi adalah proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya.
2. Implementasi memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
3. Efektivitas implementasi ditentukan oleh kemampuan untuk membuat hubungan dan sebab- akibat yg logis antara tindakan dan tujuan.

Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengartikan Implementasi sebagai evaluasi.

Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.

Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan olehMclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.”

Ungkapan - ungkapan tersebut mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Tahap implementasi strategi memerlukan pertimbangan dalam penyusunan struktur organisasi, karena keselarasan struktur dengan strategi merupakan satu hal yang penting untuk tercapainya implementasi strategi.

STUDI KASUS
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai Program Strategis Dinas social dalam pengentasan kemiskinan.
PENGERTIAN
1. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan PROKESOS untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya
2. KUBE merupakan metode pendekatan yang terintegrasi dan keseluruhan proses PROKESOS dalam rangka MPMK
3. KUBE tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan prosedur baku PROKESOS kecuali untuk Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin yang mencakup keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan ketrampilan berusaha, bantuan stimulans dan pendampingan.

TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan KUBE diarahkan kepada upaya mempercepat penghapusan kemiskinan, melalui :
1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok
2. Peningkatan pendapatan
3. Pengembangan usaha
4. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial diantara para anggota KUBE dan dengan masyarakat sekitar.
Sasaran PROKESOS dalam kaitan dengan kebijakan MPMK adalah PMKS yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan rincian sebagai berikut :
1. Keluarga Fakir Miskin yang dibina melalui Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir miskin
2. Kelompok Masyarakat Terasing yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing.
3. Para Penyandang Cacat yang dibina melalui Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat
4. Lanjut Usia yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
5. Anak Terlantar yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar
6. Wanita Rawan Sosial Ekonomi yang dibina melalui Program Peningkatan Peranan Wanita di Bidang Kesejahteraan Sosial
7. Keluarga Muda Mandiri yang dibina melalui Program Pembinaan Keluarga Muda Mandiri
8. Remaja dan Pemuda yang dibina melalui Program Pembinaan Karang Taruna
9. Keluarga Miskin di Daerah Kumuh yang dibina melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK).

PROSES PEMBENTUKAN KUBE
Selain KUBE yang ditumbuhkembangkan melalui Program Bantuan Kesejahteraan Fakir Miskin, langkah / kegiatan pokok pembentukan KUBE untuk sasaran PMKS lainnya adalah :
1. Pelatihan ketrampilan berusaha, dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan praktis berusaha yang disesuaikan dengan minat dan ketrampilan PMKS serta kondisi wilayah, termasuk kemungkinan pemasaran dan pengembangan basil usahanya. Nilai tambah lain dari pelatihan adalah tumbuhnya rasa percaya diri dan harga diri PMKS untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dan memperbaiki kondisi kehidupannya
2. Pemberian bantuan stimulan sebagai modal kerja atau berusaha yang disesuaikan dengan ketrampilan PMKS dan kondisi setempat. Bantuan ini merupakan hibah (bukan pinjaman atau kredit) akan tetapi diaharapkan bagi PMKS penerima bantuan untuk mengembangkan dan menggulirkan kepada warga masyarakat lain yang perlu dibantu
3. Pendampingan, mempunyai peran sangat penting bagi berhasil dan berkembangnya KUBE, mengingat sebagian besar PMKS merupakan kelompok yang paling miskin dan penduduk miskin. Secara fungsional pendampingan dilaksanakan oleh PSK yang dibantu oleh infrastruktur kesejahteraan sosial di daerah seperti Karang Taruna (KT), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Organisasi Sosial (ORSOS) dan Panita Pemimpin Usaha Kesejahteraan Sosial (WPUKS).

ORGANISASI DAN MANAJEMEN
1. Kepengurusan KUBE
o Pada hakekatnya KUBE dibentuk dari, oleh dan untuk anggota kelompok
o Pengurus KUBE dipilih dari anggota kelompok yang mau dan mampu mendukung pengembangan KUBE, memiliki kualitas seperti kesediaan mengabdi, rasa keterpanggilan, mampu mengorganisasikan dan mengkoordinasikan kegiatan anggotanya, mempunyai keuletan, pengetahuan dan pengalaman yang cukup serta yang penting adalah merupakan hasil pilihan dari anggotanya
2. Keanggotaan KUBE
o Anggota KUBE adalab PMKS sebagai sasaran program yang telah disiapkan. Jumlah anggota untuk setiap KUBE berkisar antara 5 sampai 10 orang / KK sesuai dengan jenis PMKS
o Khusus untuk Pembinaan Masyarakat Terasing dan Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh pembentukan KUBE berdasarkan unit pemukiman sosial, artinya suatu unit pemukiman sosial adalah satu KUBE
3. Administrasi KUBE
o Untuk dapat berjalan dan berkembangnya KUBE dengan baik, maka pengurus maupun pengelola KUBE perlu memiliki catatan atau administrasi yang baik, yang mengatur keanggotaan, organisasi, kegiatan, keuangan, pembukuan dan lain sebagainya
o Catatan dan administrasi KUBE meliputi antara lain buku anggota, buku peraturan KUBE, pembukuan keuangan / pengelolaan hasil, daftar pengurus dan sebagainya

PEMBINAAN, MONITORING DAN EVALUASI
• Pembinaan dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penumbuhan dan pengembangan KUBE, disamping meningkatkan motivasi dan kemampuan pelaksanaan dilapangan serta kapasitas manajemen pengelola KUBE. Pembinaan dilaksanakan oleh petugas sosial wilayah mulai dan tingkat propinsi, kabupaten / kodya, kecamatan dan desa / kelurahan secara berjenjang
• Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan KUBE dan permasalahan yang merupakan hambatan serta upaya pemecahannya, sehingga upaya penumbuhan dan pengembangan KUBE berjalan sesuai dengan rencana
• Kegiatan monitoring dan evaluasi beserta pelaporannya dilaksanakan melalui mekanisme secara berjenjang mulai dan tingkat desa, kecamatan, kabupaten / kodya, propinsi dan pusat dalam koordinasi Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) PROKESRA secara berjenjang seperti dalam lampiran dibawah ini:

BAGAN 1 UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI
PROGRAM KESEJAHTERAAN SOSIAL (PROKESOS)
















BAGAN 2 PENDEKATAN KUBE DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN








NO. SASARAN PROGRAM JUMLAH ANGGOTA KUBE TENGGANG WAKTU PEMBINAAN (TAHUN) SASARAN KELOMPOK
1. Fakir Miskin 10 KK/KUBE 3 Keluarga fakir miskin dengan pengeluaran 2. Masyarakat Terasing 10 KK/KUBE 5 Masyarakat terasing yang telah dibina
3. Kelurga Muda Mandiri 10 KK/KUBE 3 Kelurga muda yang miskin baru menikah berusia 20-30 tahun, pendidikan suami minimal SMA, istri SD
4. Wanita rawan social ekonomi 10 KK/KUBE 3 Wanita dalam keluarga miskin, baik sebagai anggota keluarga maupun KK
5. Penyandang cacat 5 KK/KUBE 3 Penyandang cacat (ringan/potensial)
6. Anak terlantar 10 KK/KUBE 3 Anak terlantar dalam keluarga miskin usia 15-21 tahun
7. Lanjut usia 10 Anggota/KUBE, dalam satuan pelayanan (Karang Werdha) 3 Lanjut usia (60 tahun) potensial dalam keluarga miskin
8. Karang Taruna 10 KK/KUBE 3 Karang Taruna yang telah merintis usaha ekonomis produktif
9. Reh. Sos Daerah Kumuh 10 KK/KUBE 3 Keluarga miskin dalam lingkungan RSDK>
BAGAN 3 PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA

BAGAN 4 MEKANISME MONITORING DAN EVALUASI PROKESOS KUBE

Program KUBE merupakan salah satu strategi Departemen Sosial untuk memberdayakan keluarga miskin guna meningkatkan pendapatan keluarga mereka melalui kegiatan ekonomi produktif dan pembentukan lembaga keuangan mikro. Program itu dilakukan dengan pemberian modal usaha, pelatihan usaha, peningkatan ketrampilan, bimbingan motivasi usaha dan pendampingan.
KUBE ini disertai dengan adanya pendampingan, sehingga usaha yang digeluti KUBE dapat berkembang dengan optimal dan kesejahteraan anggotanya akan meningkat. Keberadaan pendamping KUBE ini merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan program pengentasan kemiskinan melalui pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pendamping KUBE memilik peranan yang sangat strategis, yakti sebagai nara sumber, penggerak sekaligus sebagai fasilitator bagi pemberdayaan keluarga miskin. Sudah barang tentu untuk dapat melaksanakan tugas yang cukup berat tersebut para pendamping harus memilii pengetahuan dan kemampuan yang memadai. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengharapkan kepada para pendamping KUBE untuk tidak bosan-bosannya menambah pengetahuan yang dimiliki, sehingga saudara dapat melaksanakan tugas pendampingan secara optimal. Sebagai pendamping, saudara harus betul-betul mampu menjalin komunikasi yang baik dan dapat bekerjasama dengan anggota KUBE.
KUBE Program ini menjadi trademark-nya Depsos. Dengan metode Kelompok Usaha Bersama, ada dua unsur yang bisa dicapai oleh masyarakat yaitu keuntungan ekonomis dan sekaligus keuntungan sosial. Ini menjadi program yang sangat menarik, pertama karena dengan KUBE ini ada perguliran hasil usaha dan kedua adanya terjadi interaksi sosial, kesetiakawanan sosial diantara anggota kelompok KUBE maupun lingkungan sosialnya.
Kedepan, KUBE bisa berkembang menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mampu mengangkat penayandang miskin lainnya untuk entas dari kemiskinan. Dengan KUBE dan LKM simiskin ditargetkan dapat mandiri, yang ditunjukkan dengan indikator yaitu telah memiliki kegiatan ekonomi produktif yang bisa dikembangkan, dan memudahkan mereka untuk berpindah menjadi sektor usaha kecil, sehingga mampu mengurangi kemiskinan.








ANALISA SWOT PROGRAM KUBE
STRENGHT
1. Mengembangkan jaringan dari kelompok yang heterogen yang memiliki spesifikasi yang berbeda. Ragamnya perbedaan ini menjadi kekayaan bagi organisasi dalam melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan social.
2. Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin yang mencakup keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan ketrampilan berusaha, bantuan stimulans dan pendampingan bagi kebutuhan anggota yang dilayaniagar dapat mengembangkan diri secara terus menerus.
3. Luasnya akses dengan banyak pihak akan efektif dalam membantu pengembangan organisasi menuju stabilitas dan pertumbuhan yang optimal dalam meningkatkan kesejahteraan social
4. Kegiatan monitoring dan evaluasi beserta pelaporannya dilaksanakan melalui mekanisme secara berjenjang mulai dan tingkat desa, kecamatan, kabupaten / kodya, propinsi dan pusat dalam koordinasi Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) PROKESRA secara berjenjang.
WEAKNESS
1. Perilaku yang kurang bertanggungjawab dari anggota yang kurang memiliki kesadaran untuk menjaga integritas diri dan organisasi
2. Beragamnya latar anggota dan kelompok potensial menyebabkan konflik antar anggota
3. Sikap pemerintah yang terlalu kaku terhadap peraturan akan menghambat kreatifitas organisasi dalam menjalankan tugas untuk pencapaian tujuan dari organisasi
4. Kapasitas Aparatur pelaksana secara keseluruhan masih jauh dari rata – rata standar minimal berdasarkan data penilaian kapasitas
5. Buku panduan, pedoman dan SOP masih belum sesuai dengan kebutuhan
6. Belum memadainya jumlah sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan
7. Masih sangat tergantung pada subsidi Pemerintah Daerah pelaksana serta dukungan dalam sumbangan lain.
8. Lemahnya sosialisasi.
OPPORTUNITY
1. Masih banyaknya masyarakat miskin yang memerlukan pembinaan serta pelayanan dalam peningkatan kemampuan berusaha dengan berbagai kreativitas yang dimiliki
2. Pemerintah sangat membutuhkan kepedulian dari organasasi swasta dalam menunjang program yang dicanangkan oleh pemerintah dalam mewujutkan kesejahteraan masyarakat dan ketaatan pengguna jalan dengan merespon program-programnya
3. Masyarakat membutuhkan keteladanan dan kontribusi dari organisasi melalui berbagai kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
4. Semakin luas jaringan dalam organisasi maka akan semakin mudah proses penyelesaian program yang ada.
5. Program ini bisa berkembang menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mampu mengangkat penayandang miskin lainnya untuk entas dari kemiskinan.
6. Memiliki kegiatan ekonomi produktif yang bisa dikembangkan, dan memudahkan mereka untuk berpindah menjadi sektor usaha kecil, sehingga mampu mengurangi kemiskinan.
THREAT
1. Keterbatasan penyediaan data yang akurat dari masyarakat untuk organisasi guna merespon apa yang menjadi kendala bagi masyarakat.
2. Pengurus maupun pengelola organisasi perlu memiliki catatan atau administrasi yang baik, yang mengatur keanggotaan, organisasi, kegiatan, keuangan, pembukuan dan lain sebagainya sehingga organisasi maupun programnya dapat berjalan.
3. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami Negara kita hapir satu dasawarsa ini, menyebabkan tingginya jumlah masyrakat miskin.
4. Kendala data/informasi yang masih terbatas tersedia bagi masyarakat untuk diakses secara bebas.
5. Persaingan era perdagangan bebas

D. KESIMPULAN DAN SARAN
Analisis SWOT adalah sebuah instrumen yang beraneka guna, yang dapat digunakan berkali-kali pada berbagai tahap proyek; membangun sebuah telaah ataui untuk pemanasan diskusi sebelum membuat perencanaan. Instrumen ini dapat diterapkan secara luas, atau sub-komponen yang kecil (bagian dari strategi) dapat dipisahkan agar kita dapat melakukan analisis yang mendetil. Analisis SWOT maka dapat membantu kinerja organisasi serta mampu menentukan perencanaan strategis dalam suatu organisasi, khususnya dalam upaya pelaksanaan program. Pelatihan ketrampilan berusaha, dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan praktis berusaha yang disesuaikan dengan minat dan ketrampilan PMKS serta kondisi wilayah, termasuk kemungkinan pemasaran dan pengembangan hasil usahanya. Pemberian bantuan stimulan sebagai modal kerja atau berusaha yang disesuaikan dengan ketrampilan PMKS dan kondisi setempat. Bantuan ini merupakan hibah (bukan pinjaman atau kredit) akan tetapi diaharapkan bagi PMKS penerima bantuan untuk mengembangkan dan menggulirkan kepada warga masyarakat lain yang perlu dibantu karena masih banyak masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan serta kinerja dari organisasi yang tujuannya untuk memberantas kemiskinan dan bisa keluar dari keterpurukan yang di alami oleh masyarakat.
Mempertahankan kerjasama yang sudah terbangun antara para anggota organisasi sehingga dalam program yang dijalankan mendapat suatu dampak positif bagi masyarakat guna terwujutnya program pengentasan kemiskinan yang ada pada masyarakat Indonesia. Profesionalisme para anggota organisasi sangat di pentingkan guna memperlancar kinerja organisasi, dalam mengurus serta mengelola KUBE perlu memiliki catatan atau administrasi yang baik, yang mengatur keanggotaan, organisasi, kegiatan, keuangan, pembukuan dan lain sebagainya agar dalam mementukan tujuan dari program tersebut tepat pada sasaran.

PERENCANAAN STRATEGIK DALAM PENCAPAIAN MDGs DI INDONESIA

PERENCANAAN STRATEGIK DALAM PENCAPAIAN MDGs DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perencanaan Stratejik merupakan suatu proses yang berjalan secara sistematik dan berkelanjutan dari suatu keputusan dengan memanfaatkan pengetahuan pengorganisasian secara sistematik dan hasilnya dapat diukur melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematik.[1] Pembangunan yang berhasil tidak terlepas dari suatu perencanaan, baik perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. Orientasi pembangunan tidak hanya memperhatikan masalah pertumbuhan tetapi juga pada aspek pemerataan.

Dikotomi orientasi pembangunan antara pertumbuhan dan pemerataan, sebagaimana diketahui, sudah berlangsung sejak lama. Akan tetapi berbagai kajian ilmiah membuktikan bahwa pembangunan yang menekankan pada pemerataan lebih berdampak positif. Nilai positif ini setidaknya dapat dilihat dari dua aspek yaitu: Pertama, bahwa orientasi pembangunan yang menekankan pada pemerataan akan mengangkat kesejahteraan penduduk secara lebih luas. Dengan begitu, lebih banyak penduduk yang dapat menikmati hasil pembangunan. Kedua, secara timbal balik, karena semakin banyaknya penduduk yang kesejahteraannya meningkat, pada gilirannya akan lebih banyak lagi sumberdaya manusia yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan demikian keberlanjutan pembangunan menjadi lebih pasti. Sebaliknya orientasi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan akan lebih menghasilkan kesenjangan dalam masyarakat.[2]

Salah satu kerangka kerja yang bisa membantu dalam memahami kemiskinan sebagai permasalahan multidimensi dan pengukurannya adalah dengan Tujuan Pembangunan Millenium atau disebut juga Millenium Development Goals (MDGs).[3] Dalam makalah ini kami mencoba untuk menganalisis tentang “Indonsia dan 10 tahun pencapaian MDGs di lihat dari tujuan/target menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dilaksanakan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan menghubungkan aspek-aspek perencanaan stratejik seperti visi, misi, tujuan dan objektif.

2. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perencanaan Stratejik dan sebagai bahan latihan bagi mahasiswa jurusan Administrasi Publik agar mampu mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan serta hambatan/penyebab dalam perencanaan stratejik. Sedangkan tujuannya adalah agar dapat melakukan analisis terhadap dampak dari program-program pemerintah dalam melakukan perencanaan.

3. Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang dikemukakan, maka kami membatasi masalah ini dengan menitikberatkan perencanaan stratejik dalam pencapaian MDGs di Indonesia dilihat dari tujuan/target menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan menghubungkan aspek-aspek perencanaan stratejik seperti visi, misi, tujuan dan objektif.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perencanaan Stratejik: Visi, Misi, Tujuan, dan Objektif

Perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang diawali dengan merumuskan tujuan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan, menentukan personal, merancang proses dan hasilnya, memberikan umpan balik pada personal, dan memodifikasi rencana yang diperlukan (Swansburg, 1999).

Visi adalah suatu hal yang terlihat dalam mimpi. Suatu visi memberikan informasi tentang bentuk dan gambaran suatu hal pada masa yang akan datang yang terkait dengan misi yang bermanfaat bagi organisasi dan orang yang bekerja sama di dalamnya (Swansburg & Swansburg, 1999). Pernyataan misi suatu organisasi menggambarkan manfaat keberadaan organisasi tersebut. Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan Visi.[4]

Adapun tujuan perencanaan adalah sebagai berikut:

· memberikan arahan/upaya koordinasi: semua concern akan kondisi organisasi dan tahu kontribusinya dalam mencapai tujuan (mandiri maupun dalam tim) dimana tahap awal adalah tahap paling kritis dari proses manajemen;

· Mengurangi dampak perubahan;

· Meminimalkan hasil yang sia-sia (efektif-sien), overlapping, dan pengulangan/ kegagalan;

· Menetapkan standar pengontrolan/pengendalian: membandingkan kinerja & tujuan; deviasi; dan tindakan korektif yang diperlukan (indikator tercapai/tidaknya tujuan organisasi)

Rencana Strategis (Strategic Plan) adalah rencana langkah demi langkah yang setelah lengkap pada akhirnya akan membawa lembaga mencapai tujuan akhir sesuai dengan tujuan yang tersirat dalam pernyataan Visi dan misi suatu rencana strategis hendaknya bersifat fleksibel secara rasional guna dapat menampung kemungkinan adanya hal-hal yang tak terduga di lain pihak rencana strategis bersifat dinamis, dapat berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan saat itu tanpa mengubah tujuan akhir.[5]

Fase dalam perencanaan stratejik terdiri dari:

1. The mission & the creed

2. Data collecting & analysis

3. Assess strengths & weakness

4. Goals & objectives

5. Strategies

6. Timetable

7. Operational & functional plans

8. Implementation

9. Evaluation

(Modul ajar FIK-UI)

Perencanaan yang baik harus memiliki beberapa ciri, diantaranya:

· Spesifik: jelas tujuan, urutan, objektif (hasil akhir), metoda evaluasi

· Bermanfaat

· Sederhana/ simple

· Realistis: menggunakan sumber yang ada, faktual, rasional, fleksibel

· Sesuai standar, kebijakan, prosedur yang berlaku

· Sesuai skala prioritas (rasional)

· Melibatkan seluruh komponen organisasi

· Berkesinambungan

· Tertulis

(Modul ajar FIK-UI)

Tahap-tahap dalam perencanaan

a) Pengumpulan, klasifikasi, interpretasi data

b) Analisis lingkungan: SWOT, 5W1H

c) Pengorganisasian data

d) Penyusunan rencana

(Modul ajar FIK-UI)

2.2 Perencanaan Stratejik dalam Pencapain Tujuan MDGs Dalam Hal Mengurangi Kemiskinan Dan Kelaparan (Studi Kasus)

2.2.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2007 dalam bentuk uji coba di 7 (tujuh) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. PKH merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia dan akan menjadi cikal bakal pengembangan sistem jaminan sosial.

Prinsip PKH adalah memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu dengan menerapkan persyaratan yang terkait dengan pemanfaatan pendidikan dan kesehatan bagi penerimanya. Persyaratan yang diterapkan tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu anak-anak penerima PKH usia 6-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar diharuskan untuk didaftarkan ke satuan pendidikan (sekolah) terdekat dan memenuhi kehadiran 85%; ibu hamil dan anak usia 0-6 tahun diharuskanmendatangi pusat-pusat layanan kesehatan untuk memenuhi protokolbkesehatan yang berlaku. Dalam jangka pendek, program ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dan dalam jangka panjang diharapkan akan memutus rantai kemiskinan melalui upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Rancangan dan pelaksanaan kebijakan program yang baik diharapkan akan memberikan manfaat yang besar tidak saja bagi rumah tangga sangat miskin di Indonesia tetapi juga bagi negara melalui pembangunan manusia. Manfaat tersebut diharapkan dapat dicapai melalui pemenuhan pendidikan dasar (terutama untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah menengah tingkat pertama kelompok masyarakat miskin yang saat ini kurang dari 60%), pemenuhan cakupan imunisasi, perawatan ibu hamil dan menyusui, dan pengurangan masalah kekurangan gizi pada anak-anak miskin usia 0-5 tahun. Pada akhirnya, manfaat PKH terkait dengan upaya pemerintah untuk mencapai target-target dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs).

PKH bukanlah program yang mudah dalam pelaksanaannya, terutama terkait dengan: (i) ketepatan pemilihan peserta (penentuan rumah tangga sangat miskin), (ii) ketersediaan instrumen-instrumen dan proses verifikasi terhadap persyaratan yang ditetapkan di lapangan, (iii) kesiapan penyedia layanan (pendidikan dan kesehatan), (iv) ketepatan proses penyaluran dana, (v) kesiapan institusi dan koordinasi antar pihak yang terkait dalam pelaksanaan program (pemerintah pusat, pemerintah daerah/unit-unit di tingkat daerah, penyedia layanan pendidikan dan kesehatan, fasilitator/pendamping, dan sebagainya), (vi) proses pengaduan dan penyelesaian masalah pengaduan, serta (vii) proses pemutakhiran data yang terkait dengan pengembangan sistem informasi teknologi. Salah satu hal yang penting untuk dapat mensukseskan pelaksanaan PKH adalah ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan.

Ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana, program-program pendukung, serta lembaga-lembaga yang mengelola jasa layanan tersebut baik formal maupun non-formal. Dengan persyaratan bahwa penerima bantuan harus mendaftarkan anak-anak mereka ke satuan pendidikan dan memeriksakan kesehatan ke pusat-pusat layanan kesehatan agar mereka dapat menerima bantuan, maka akan terjadi peningkatan permintaan terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Di lain pihak, sebelum menerima program ini, pemerintah daerah yang bersangkutan telah menandatangi kesepakatan yang berisi diantaranya adalah kesediaan untuk menyediakan kedua layanan tersebut. Dengan demikian, diharapkan penerima bantuan tidak akan mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Akan tetapi, masih banyak daerah yang belum terjangkau kedua layanan tersebut, misalnya untuk daerah-daerah yang memiliki akses yang sulit (daerah-daerah terpencil) atau karena kedua layanan tersebut belum tersedia di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu adanya evaluasi dampak PKH terhadap ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan PKH.

Dari dua aspek yang menjadi sasaran PKH yaitu pendidikan dankesehatan, fokus evaluasi yang dilaksanakan pada tahun 2008 adalah aspek kesehatan. Masalah kesehatan terutama di Indonesia masih sangat kompleks terutama terkait dengan kesehatan ibu hamil dan balita. Laporan pencapaian MDGs tahun 2007 menunjukkan bahwa aspek pendidikan telah mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan, yaitu APM SD (94,7%), APM SMP (66,5%), Melek huruf usia 15-24 (99,6%) dari target 100% di tahun 2015. Sedangkan pada aspek kesehatan masih perlu kerja keras dari semua pihak, misalnya tingkat kematian ibu (per 100.000) sebesar 390 (target 307), kelahiran yang dibantu tenaga terlatih sebesar 40,7 % (target 72,4%), tingkat kematian bayi (per 1000) sebesar 57 (target 32), tingkat kematian anak (1-5 tahun, per 1.000) sebesar 81 (target 40), dan tingkat imunisasi campak usia 12 bulan sebesar 44,5 % (target 71,6 %). Selain indikator tersebut, masalah kesehatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga (SDM) di bidang kesehatan, fasilitas medis yang mcccbbemadai, faktor budaya masyarakat sehingga diperlukan penanganan yang komprehensif.

Mempertimbangkan hal tersebut, maka evaluasi akan diarahkan pada ketersediaan layanan kesehatan dalam hal ini adalah menilai sejauh mana kesiapan pihak penyedia pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa-desa untuk mendukung pelaksanaan PKH. Efektifitas pelaksanaan PKH di bidang kesehatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai, baik dari sisi fasilitasnya seperti rumah sakit dan puskesmas, dari sisi tenaga medisnya, dan dari sisi ketersediaan obat-obatan yang meningkat karena adanya peningkatan permintaan atau layanan kesehatan bagi RTSM peserta PKH. Dengan evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perbaikan program, khususnya dalam penyediaan layanan kesehatan.

2.2.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan evaluasi terhadap PKH adalah mengevaluasi dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, sehingga dapat menjadi masukan dalam perbaikan disain PKH maupun dalam pelaksanaan program selanjutnya.

2.2.3 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan evaluasi ini adalah laporan yang memuat:

a) Hasil penilaian terhadap kesiapan penyediaan pelayanan kesehatan dalam mendukung pelaksanaan PKH;

b) Jenis-jenis pelayanan kesehatan serta program-program yang diperlukan untuk mendukung PKH agar mudah diakses oleh masyarakat miskin;

c) Rekomendasi mengenai alternatif penyelesaian masalah yang terkait dengan penyediaan pelayanan kesehatan.

2.2.4 Ruang Lingkup

Kegiatan evaluasi difokuskan pada penilaian dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan tujuan PKH yang tidak hanya untuk membantu ekonomi rumah tangga miskin secara jangka pendek tetapi juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, maka peningkatan kualitas kesehatan keluarga sejak dini menjadi sangat penting.

Untuk menilai dampak PKH terhadap efektifitas penyediaan pelayanan kesehatan, maka fokus evaluasi diarahkan pada:

1. Menilai efektivitas para pelaku kunci program dalam menyediakan layanan kesehatan bagi peserta PKH secara tepat waktu;

2. Mengidentifikasi jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh peserta PKH;

3. Mengidentifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH.

Secara lebih rinci, fokus dari masing-masing evaluasi akan diarahkan pada penilaian terhadap:

a) Efektivitas para pelaku kunci dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH dilakukan dengan:

· Menilai kelancaran dalam pendaftaran dan penyusunan jadwal kunjungan peserta PKH ke pusat-pusat layanan kesehatan terdekat.

· Menilai kelancaran koordinasi dalam penyediaan layanan kesehatan antar institusi penyedia layanan kesehatan, dari tingkat pusat sampai pada pelaksana di lapangan.

· Menilai tingkat kunjungan peserta PKH pada pusat-pusat layanan kesehatan.

b) Identifikasi jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh anak-anak peserta pkh meliputi:

· Jenis-jenis pelayanan kesehatan dapat diakses oleh peserta PKH di masing-masing daerah, termasuk kemudahan dalam mengakses pelayanan tersebut;

· Program-program yang berjalan di masing-masing daerah yang dapat memberikan akses bagi peserta PKH untuk mendapat pelayanan

c) Identifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan layanan kesehatan bagi peserta PKH dilakukan dengan:

· Mengevaluasi pengaduan yang masuk terkait dengan penyediaan layanan kesehatan;

· Menilai alternatif-alternatif yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan penyediaan layanan kesehatan yang diperkirakan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain.

2.3 Analisis Terhadap Contoh Program Kasus

Di lihat dari perencanaan yang dilakukan oleh Bappenas dalam hal ini Direktorat Bidang Penanggulangan Kemiskinan maka secara umum kelompok kami beranggapan bahwa semua yang di jalankan memang sesuai prosedur dan terencana mulai dari input sampai dengan outputnya. Namun, kenyataan dilapangan sangatlah berbeda dengan yang dirumuskan karena hal tersebut terjadi dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah dari SDM itu sendiri baik dari pihak pelaksana maupun pihak yang dilayani. Selain dari SDM, birokrasi juga turut andil dalam menyukseskan program tersebut.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Perencanaan yang matang dari suatu organisasi sangatlah menetukan. Pembangunan yang berhasil dapat diukur dari kseimbangan antara pertumbuhan dan juga pemerataan. Pertumbuhan yang tinggi tidak menjamin pemerataan tinggi pula. Dalam hal ini, pemerintah melalui Bappenas seharusnya memegang peranan penting dalam mengatasi kemiskinan dan kelaparan

3.2 Saran

Adapun saran dari kelompok kami adalah:

1. Pemerintah harus lebih fokus terhadap permasalahan kemiskinan agar tidak terjadi lagi pendiskriminasian.

2. Pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat miskin dalam bidang pendidikan, tenaga kerja dan kesehatan.

3. Memperluas atau membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi kemiskinan sehingga kesejahteraan tercapai.


Daftar Pustaka

http://dispenda.bulelengkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:perencanaan-stratejik&catid=36:data&Itemid=75

http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/P3B/WP 6. Case Studies.pdf

http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/Target/id_mdgr2007_bahasa_110408.pdf

http://eng.unri.ac.id/download/teaching-improvement/BK1_CurrDev_1/Visi Misi - 12.PDF

Modul ajar FIK-UI

Swansburg, R.C.& Swansburg, R.J. (1999). Introductory management & leadership for nurses. (second edition). Boston: Jones & Bartlett Publishers.



[2] http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/Target/id_mdgr2007_bahasa_110408.pdf diakses pada tanggal 14 Nopember 2010

[3] http://ditpk.bappenas.go.id/data/files/P3B/WP 6. Case Studies.pdf diakses pada tanggal 15 Nopember 2010